Jakarta (ANTARA News) - Perbedaan tafsir soal biaya perkara antara Mahkamah Agung (MA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) jangan hanya diselesaikan secara "adat" melalui pertemuan antara Presiden dan pemimpin dua lembaga negara itu di Istana Negara. Anggota Komisi III Al Muzammil Yusuf saat dihubungi ANTARA News di Jakarta, Sabtu, mengatakan pada prinsipnya ia mendukung pertemuan silaturahmi antara Ketua MA Bagir Manan dan Ketua BPK Anwar Nasution yang difasilitasi Presiden dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie. "Tetapi, pertemuan itu tidak menyelesaikan masalah apabila tidak ada penyelesaian hukumnya. Kalau hanya diselesaikan secara `adat`, maka akan menjadi masalah lagi saat BPK mau masuk mengaudit tahun berikutnya," tutur Muzammil. Politisi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu mengatakan, penyelesaian sebaiknya melalui perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara di MK untuk menentukan pihak mana yang berhak mengaudit pengelolaan biaya perkara di MA dan lingkungan peradilan di bawahnya. Muzammil berpendapat, seluruh uang yang diperoleh suatu lembaga negara, termasuk dari pihak ketiga, pada dasarnya adalah uang negara yang bisa diaudit BPK. "Tetapi, untuk tegasnya, harus ada ketentuan hukum yang menyatakan BPK berhak mengaudit. Untuk itu, masalah biaya perkara ini harus diselesaikan melalui jalur hukum," ujarnya. Senada dengan Muzammil, Ketua YLBHI Patra M Zen, menyatakan, penyelesaian beda tafsir soal audit biaya perkara antara MA dan BPK sebaiknya jangan melalui cara sandiwara hukum yang mengorbankan reformasi hukum. Ia mengkhawatirkan pertemuan antara Presiden, Ketua MA, dan Ketua BPK, akan seperti pertemuan antara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrrachman Ruki dan mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra saat keduanya berseteru soal alat sadap KPK setelah Yusril dimintai keterangan KPK. "Saat itu, penyelesaiannya secara adat. Tetapi, sampai saat ini publik tidak tahu soal pengadaan alat sadap di KPK dan mengapa Yusril lepas dari kasus pengadaan alat pembaca sidik jari yang disidik KPK," ujarnya. Patra tidak menginginkan pertemuan Ketua MA dan Ketua BPK di Istana Negara kemudian berakhir dengan ketidakjelasan pengelolaan biaya perkara di MA. "Meredakan hubungan Ketua MA dan Ketua BPK itu perlu, tetapi yang lebih penting lagi biaya perkara itu tetap harus dipertanggungjawabkan dan harus ada yang mengaudit," ujarnya.(*)