Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa biaya perkara di lembaga tersebut, bahkan tidak perlu mengirimkan surat pemberitahuan. "Saya kira tidak perlu KPK mengirimkan surat pemberitahuan, karena KPK salah satu tugasnya adalah sebagai pemicu untuk mendorong supaya semua lembaga yang ada di negara berjalan baik dan sesuai fungsinya," kata Ketua Muda Bidang Pengawasan MA, Djoko Sarwoko, di Jakarta, Jumat. Sebelumnya dilaporkan, KPK akan mendatangi MA untuk mengkonfirmasi data BPK tentang biaya perkara di lembaga tersebut. Ia menambahkan pihaknya akan menerima KPK untuk datang ke MA agar dapat memperbaiki administrasi di lembaga peradilan itu. "Terlebih lagi saya paling senang karena saya kan pengawasan. Dengan KPK datang saya lebih suka, artinya kekurangan saya diperbaiki nanti," katanya. Kendati demikian, ia mengakui bingung alasan KPK datang ke MA. "Saya tidak tahu kenapa tiba-tiba diperiksa, tanya ke BPK. Sepertinya BPK belum mengklarifikasi terkait data-data yang mereka punya, maka saya juga bingung mereka dapat data dari mana," katanya. Ditambahkan, angka yang dicurigai juga tidak tahu bagaimana menghitungnya, seperti, penghitungan jumlah biaya perkara itu perkara yang mana dan apa yang sudah diputus atau belum. Sementara itu, Ketua MA, Bagir Manan, saat ditanya wartawan mengenai KPK yang akan periksa MA, ia mengatakan KPK belum mengirimkan surat ke MA untuk meminta data. "Kalau soal biaya perkara sudah dimuat di surat kabar, tidak ada berita lagi," katanya. Berdasarkan hasil temuan BPK pada 2005 menyoal sembilan rekening atas nama ketua MA Bagir Manan senilai Rp7,45 miliar. Kemudian, MA menolak untuk diperiksa biaya perkara oleh BPK, karena berpatokan biaya perkara bukan keuangan negara tapi uang titipan pihak ketiga. Konflik MA dan BPK itu, berujung pada rencana BPK hendak melaporkan MA ke polisi karena tidak mau diaudit biaya perkara, bahkan BPK juga mengancam akan men"disclaimer"kan (penilaian terburuk akuntan) terhadap laporan keuangan MA pada 2007. Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan menyelidiki biaya perkara di Mahkamah Agung (MA). Peneliti ICW, Febri Diansyah, di Jakarta, Kamis, mengatakan, pihaknya mendukung rencana penyelidikan biaya perkara di MA, karena ICW memperkirakan besaran biaya perkara sejak 2005 sampai Maret 2008, mencapai angka Rp31,1 miliar. "Karena itu, kita mengharapkan agar dari pemeriksaan biaya perkara oleh KPK, dapat membongkar praktik korupsi lainnya di MA," katanya dalam acara diskusi soal biaya perkara.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008