Jakarta (ANTARA News) - Markas Besar Tentara Nasional Indonesia hari Selasa menyatakan siap menjelaskan keberadaan Sutiyoso, gubernur DKI Jakarta, saat bertugas sebagai anggota TNI di Timor Timur pada 1975. "Beliau (Sutiyoso) adalah mantan anggota TNI dan menyangkut Timor Timur. Kita akan bantu mencari tahu penugasannya di sana," kata Kepala Pusat Penerangan TNI Marsekal Pertama Sagom Tamboen ketika dihubungi ANTARA News di Jakarta. "Bagaimana pun, yang bersangkutan bukan lagi anggota TNI, berarti tidak lagi menjadi tanggungjawab TNI. Tapi, ketika masih bertugas menjadi tanggungjawab TNI," katanya. Sebelumnya, polisi Australia memanfaatkan kedatangan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso ke Sydney untuk menyampaikan surat panggilan sidang perkara Balibo Lima 1975 kepadanya dengan cara masuk ke kamar hotelnya di Sydney, dengan menggunakan kunci master kamar hotel itu. Akibat kejadian tersebut, Gubernur Sutiyoso dan rombongan pejabat pemerintah DKI Jakarta, yang mengunjungi Sydney sebagai tamu pemerintah negara bagian New South Wales, mempercepat kunjungannya. Balibo Lima 1975 adalah perkara lima wartawan terbunuh di Timor Timur pada tahun itu, yang disidangkan di negara bagian tersebut. Sutiyoso adalah lulusan Akademi Militer Nasional 1968 dan pernah dilibatkan dalam operasi Flamboyan dan Seroja di Timor Timur pada 1975. Selama ini diketahui bahwa lima wartawan itu tewas akibat terjebak dalam bakutembak antara kelompok sukarelawan dengan gerombolan Fretilin. Sebelumnya, mantan Perdana Menteri Australia Gough Whitlam, yang memberikan keterangan di pengadilan Sydney pada 8 Mei, menyatakan tidak pernah melihat dokumen apa pun, yang menunjukkan tentara Indonesia memerintahkan pembunuhan terhadap lima wartawan Australia di Balibo, Timor Timur, tahun 1975 itu. Whitlam memenuhi panggilan pengadilan untuk memberikan bukti terkait dengan kematian Brian Peters, salah satu dari lima wartawan Australia, yang tewas dalam peliputan di Timor Timur tahun 1975. Menurut mantan politisi itu, yang ketika itu menjabat perdana menteri Australia, satu bulan sebelum kejadian tersebut, ia mengingatkan salah seorang dari lima wartawan tersebut bahwa pemerintah tidak punya cara untuk melindungi mereka saat mereka bepergian ke Timor Timur. Wartawan itu tetap pergi, kata Whitlam dalam kesaksiannya di pengadilan tersebut. Dikatakannya, ia pertama kali mendengar kabar kematian kelima wartawan itu lima hari setelah kejadian tersebut, ketika diberitahu tentang "pesan tentara Indonesia, yang disadap", yang menyebutkan bahwa ada empat tubuh warga kulit putih di Balibo. Whitlam mengatakan tidak melihat ada dokumen atau bahan apa pun, yang menunjukkan bahwa orang Indonesia sedang merencanakan pembunuhan wartawan tersebut dan tidak pula ada bukti apa pun yang menunjukkan bahwa para wartawan itu sengaja dijadikan sasaran.(*)