Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi tidak dapat menerima permohonan sengketa pemilu caleg bernama Irpan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) karena tidak memperoleh persetujuan dari ketua serta sekjen dewan pimpinan pusat.
Majelis hakim Konstitusi memandang pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan.
"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu.
Permohonan yang mempersoalkan kursi DPRD Konawe daerah pemilihan (dapil) Kabupaten Konawe Kepulauan 2 itu tidak disertai tanda tangan ketum dan sekjen DPP PPP hingga sidang perdana digelar.
Hakim konstitusi Suhartoyo mengatakan terdapat pula surat pemberitahuan pencabutan perkara dari DPP PPP untuk perkara itu.
Meski secara aturan yang berhak menarik permohonan adalah pemohon langsung, tutur dia, tetapi dari peristiwa itu semakin menegaskan tidak adanya izin untuk pemohon untuk berperkara di Mahkamah Konstitusi.
"Hal ini menegaskan pemohon tidak memiliki legal standing mengajukan permohonan. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi mengesampingkan pokok permohonan pemohon," ujar dia.
Pada hari kedua pembacaan putusan, Mahkamah memutus 72 perkara dari 18 provinsi, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Gorontalo, Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Kalimantan Timur.
Dari total 72 perkara itu, dua di antaranya dikabulkan sebagian dengan perintah penghitungan suara ulang di tiga TPS di Surabaya untuk permohonan caleg Partai Golkar dan penghitungan suara ulang di lima TPS di Trenggalek untuk permohonan PDIP.
Sementara sisanya tidak dapat diterima, ditolak dan gugur.
Tanpa persetujuan DPP, permohonan caleg PPP di Sultra tak diterima
8 Agustus 2019 00:11 WIB
Sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (7/8/2019). (Foto: Dyah Dwi Astuti)
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019
Tags: