Sidang Pileg, MK tolak permohonan PDIP dapil Sulbar
6 Agustus 2019 14:55 WIB
Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman (tengah) membacakan putusan akhir untuk perkara sengketa hasil Pemilu Legislatif 2019 dalam sidang di Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (6/8/2019). Sebanyak 67 perkara dari total 202 perkara sengketa hasil Pemilu Legislatif 2019 dibacakan putusan akhirnya pada hari pertama sidang oleh Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/pras.
Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Konstitusi memutus untuk menolak permohonan Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP) daerah pemilihan Sulawesi Barat, untuk tingkat DPR-DPRD.
"Amar putusan mengadili, menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Anwar Usman membacakan amar putusan Mahkamah di Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa.
Mahkamah menilai permohonan PDIP untuk daerah pemilihan Sulawesi Barat tersebut tidak beralasan menurut hukum, terutama terkait dengan permasalahan surat suara daftar pemilih khusus (DPK) yang kurang.
"Permasalahan surat suara DPK yang kurang tersebut, tidak relevan untuk dipermasalahkan. Baik termohon (KPU) dan Bawaslu sudah mengakui hal ini, karena alasan tidak cukupnya waktu untuk mencetak lagi DPK," ujar Arief.
Kendati demikian, baik KPU selaku termohon dan Bawaslu telah memberikan respon terhadap kejadian tersebut dengan menyediakan surat suara manual sebagai pengganti kertas DPK yang kurang.
Baca juga: Sidang Pileg, MK nilai permohonan Gerindra kontradiktif
"Selain itu tidak terdapat protes dari saksi seluruh pihak. Artinya penggunaan surat suara manual pengganti DPK disepakati untuk mengganti surat suara DPK yang kurang," ujar Anwar.
Kemudian Mahkamah juga menilai PDIP selaku pemohon tidak dapat menguraikan secara jelas dalil terkait perolehan suara yang diduga berkurang.
Pemohon tidak menjelaskan kejadian yang menyebabkan perolehan suaranya berkurang dan di tempat pemungutan suara (TPS) mana saja kejadian itu terjadi.
Baca juga: Sidang Pileg, saksi PKS sebut ada penggelembungan suara di Sulteng
Oleh sebab itu Mahkamah memutuskan permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum, sehingga menolak permohonan tersebut.
"Amar putusan mengadili, menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Anwar Usman membacakan amar putusan Mahkamah di Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa.
Mahkamah menilai permohonan PDIP untuk daerah pemilihan Sulawesi Barat tersebut tidak beralasan menurut hukum, terutama terkait dengan permasalahan surat suara daftar pemilih khusus (DPK) yang kurang.
"Permasalahan surat suara DPK yang kurang tersebut, tidak relevan untuk dipermasalahkan. Baik termohon (KPU) dan Bawaslu sudah mengakui hal ini, karena alasan tidak cukupnya waktu untuk mencetak lagi DPK," ujar Arief.
Kendati demikian, baik KPU selaku termohon dan Bawaslu telah memberikan respon terhadap kejadian tersebut dengan menyediakan surat suara manual sebagai pengganti kertas DPK yang kurang.
Baca juga: Sidang Pileg, MK nilai permohonan Gerindra kontradiktif
"Selain itu tidak terdapat protes dari saksi seluruh pihak. Artinya penggunaan surat suara manual pengganti DPK disepakati untuk mengganti surat suara DPK yang kurang," ujar Anwar.
Kemudian Mahkamah juga menilai PDIP selaku pemohon tidak dapat menguraikan secara jelas dalil terkait perolehan suara yang diduga berkurang.
Pemohon tidak menjelaskan kejadian yang menyebabkan perolehan suaranya berkurang dan di tempat pemungutan suara (TPS) mana saja kejadian itu terjadi.
Baca juga: Sidang Pileg, saksi PKS sebut ada penggelembungan suara di Sulteng
Oleh sebab itu Mahkamah memutuskan permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum, sehingga menolak permohonan tersebut.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019
Tags: