Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Konstitusi menilai petitum permohonan Partai Gerindra untuk Pileg 2019 di NTT bersifat kontradiktif, sehingga menjadikan permohonan tersebut tidak jelas.

"Posita dan petitum pemohon menjadi kabur karena tidak jelas apa yang sesungguhnya yang diminta pemohon. Di samping itu, petitum pemohon bersifat kontradiktif sehingga tidak mungkin semua petitum diajukan dalam satu kesatuan petitum yang bersifat kumulatif,"ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan pertimbangan dalam putusan perkara sengketa Pileg 2019, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa.

Dalam petitum-nya, Partai Gerindra selaku pemoho meminta Mahkamah Konstitusi untuk menetapkan suara yang benar menurut pemohon, namun juga meminta Mahkamah Konstitusi memerintahkan KPU melakukan pemungutan suara ulang. Menurut Mahkamah Konstitusi dua petitum tersebut justru menjadi petitum yang bersifat alternatif sehingga menimbulkan konsekuensi hukum yang berbeda.

Juga baca: Sidang Pileg, permohonan Partai Berkarya dinyatakan gugur

Juga baca: MK gelar sidang putusan sengketa Pileg 2019 Selasa hingga Jumat

Juga baca: Sidang Pileg, MK akan gelar putusan akhir perkara sengketa Pileg

Selain itu sebagian besar dalil permohonan Partai Gerindra menguraikan pelanggaran dalam proses Pemilu, namun tidak disertai penjelasan yang jelas serta tidak menguraikan secara jelas perselisihan suara yang seharusnya menjadi objek sengketa.

"Bahwa keharusan pemohon untuk menguraikan secara jelas perihal perselisihan hasil pemilu dan hal-hal yang diminta untuk diputus adalah tidak sekedar mengajukan permohonan berupa uraian pelanggaran," kata Usman.

Dalam permohonannya pemohon tidak menyertakan uraian lebih lanjut secara jelas perihal suara pemohon yang dianggap hilang, serta di tingkat mana terjadi kehilangan suara itu.

"Apakah terjadi di tingkat TPS, PPK, kabupaten, kota, provinsi atau tingkat nasional di masing-masing tempat atau tingkat rekap serta selisih perolehan suara diakibatkan peristiwa apa, hal itu tidak diuraikan secara jelas oleh pemohon," kata dia.

Karena permohonan tersebut dinilai tidak jelas atau kabur maka Mahkamah Konstitusi tidak mempertimbangkan permohonan pemohon lebih lanjut. "Amar putusan mengadili, dalam pokok permohonan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar dia, membacakan amar putusan Mahkamah.
 

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019