Banda Aceh (ANTARA News) - Warga korban tsunami terpaksa membongkar rumah bantuan Yayasan Bakrie Group karena 204 unit rumah berbahan baku asbes itu dinilai mengandung zat "chrysotile" yang sangat berbahaya terhadap kesehatan. ANTARA News di lokasi kejadian, Rabu, melaporkan, puluhan warga desa Deyah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, secara bersama-sama membongkar dinding-dinding rumah berasbes dengan palu dan alat lainnya. Setelah hancur, puing-puing kelima unit rumah yang baru dibongkar itu langsung dibakar yang disaksikan Wakil DPRD Kota Banda Aceh, Mukminan dan warga setempat. Puluhan warga Deyah Raya yang dipimpin Kepala Desanya, Irfan Alkhadafi dan didampingi Wakil Ketua DPRK Mukminan, sebelumnya telah mendatangi Kantor Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi Aceh (BRR) Aceh-Nias. Mereka diterima Direktur Perumahan BRR, Wisnubroto dan Kepala BRR Regional-1, Ruslan Abdul Gani. Warga mempertanyakan komitmen yang sudah dituangkan dalam kesepakatan antara BRR dan masyarakat sekitar April 2007. Ketika itu BRR bersedia membongkar 204 unit rumah asbes dan diganti dengan rumah permanen. Namun, sampai saat ini belum juga dilaksanakan dengan alasan yang sulit diterima masyarakat korban tsunami. Dalam pertemuan tersebut sempat terjadi ketegangan antara warga dengan pejabat BRR karena BRR menegaskan rumah tersebut tidak bisa dibongkar dengan alasan bantuan donatur dan ini membuat warga tidak sabar. Kepala Desa Irfan menyatakan, pihaknya tidak bisa menahan amarah warga karena mereka "menagih" janji BRR sebelumnya. Hal ini membuat masyarakat tidak nyaman karena BRR tidak konsekuen dengan janjinya, sehingga lima unit rumah dibongkar. Menurut dia, kemarahan warga karena pihak BRR ingkar janji sebelumnya. Sudah ada kesepakatan bahwa rumah berbahan asbes itu akan dibongkar dan diganti dengan rumah permanen, tapi nyatanya sampai hari ini belum dilakukan. Disebutkan, kemarahan warga mulai memuncak ketika Kepala BRR Regional-1 Ruslan Abdul Gani menyatakan, rumah asbes tersebut tidak boleh dibongkar karena bantuan pihak ketiga. Irfan menyatakan, ratusan rumah bantuan Bakrie Gruop itu tidak layak huni karena berdasarkan penelitian mengandung zat chrysotile cukup tinggi 20 persen dan berbahaya terhadap kesehatan. Hal itu sudah mulai terindikasi, karena tiga balita yang tinggal di rumah tersebut positif terkena penyakit paru-paru basah, ujarnya. Ia menyatakan, warga yang menempati rumah asbes tersebut selama ini mengeluhkan terhadap debu warna putih. Setelah diselidiki ternyata debu itu berasal dari rumah yang hampir seluruhnya terbuat dari asbes, ujarnya. Sementara Wakil DPRD Kota Banda Aceh, Mukminan menyayangkan sikap BRR yang lepas tangan dan membiarkan warga "berlumuran dalam debu", sehingga masyarakat dengan terpaksa melakukan pembongkaran rumah tersebut. Padahal sebelumnya, pada April 2007 BRR bersama Kepala Desa dan DPRK sudah menandatangani kesepakatan bersama bahwa rumah tersebut akan dibongkar dan dibangun kembali secara permanen. "Tapi nyatanya BRR pada pertemuan tadi menolak membongkar, sehingga warga tidak main-main dan langsung membongkar sendiri karena takut terkena penyakit yang justru sudah ada warga yang menderita," ujarnya. Rumah itu tidak mungkin dipertahankan karena hasil tes laboratorium di Jerman asbes pada rumah Bakrie itu positif berbahaya bagi kesehatan masyarakat, karena terdapat kandungan chrysotile di dalamnya, yang dapat memicu penyakit kanker, katanya. Selain itu, Dewan Pengawas BRR juga telah merekomendasikan untuk menghindari keresahan masyarakat maka sedapat mungkin material asbes pada perumahan di Deah Raya diganti dengan material yang lebih aman. Ratusan unit rumah yang diresmikan Menkokesra, Aburizal Bakrie pada Januari 2007 itu baru dihuni 15 kepala keluarga (KK), sedangkan warga lainnya takut dan masih berada di barak. (*)