Fraksi PKS DPR sebut perlu solusi komprehensif selesaikan penyanderaan WNI
23 Februari 2019 20:23 WIB
Dokumentasi empat ABK berwarganegaraan Indonesia menuruni tangga pesawat terbang di Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (13/5/2016). ABK MV Henry itu akhirnya dibebaskan setelah disandera kelompok militan Abu Sayyaf di Filipina. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Fraksi PKS DPR, Sukamta, menilai pemerintah Indonesia perlu merumuskan solusi komprehensif menyelesaikan masalah penyanderaan yang dialami WNI oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina.
"Penyanderaan seperti ini terus terjadi berulang, Indonesia harus lebih greget lagi dengan memperkuat solusi komprehensif yang sudah ada baik secara jangka pendek maupun jangka panjang," kata Sukamta, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.
Ia menjelaskan pendekatan komprehensif jangka pendek yang bisa dilakukan adalah memperkuat operasi militer bersama secara reguler yang melibatkan tentara gabungan trilateral Indonesia-Filipina-Malaysia.
Menurut dia, TNI dan Kepolisian Indonesia memiliki pasukan elite yang mumpuni untuk membebaskan sandera sehingga bisa diberdayakan
Anggota Komisi I DPR itu menilai selain operasi militer gabungan, untuk jangka panjang, Indonesia harus perkuat kerja sama pertahanan antarnegara yang sudah ada, khususnya kerjasama trilateral tentang keamanan maritim.
"Berikutnya, secara jangka panjang kita perkuat second track diplomacy yang dilakukan lewat pemerintah dan juga lewat parlemen antara tiga negara," ujarnya.
Dia menjelaskan hal itu bertujuan untuk kestabilan kawasan karena sebagai sesama anggota ASEAN, Indonesia bisa mendorong dan memberi masukan kepada pemerintah Filipina agar bisa menyelesaikan konflik dengan MNLF, MILF dan kelompok Abu Sayyaf yang sudah berkepanjangan.
Sukamta menilai penyebab utama masih terjadinya kasus penyanderaan WNI itu adalah permasalahan politik internal Filipina.
Karena itu menurut dia, pemerintah Indonesia harus terus mendesak pemerintah Filipina untuk bisa segera meredam konflik ini dan keberhasilan Indonesia meredam konflik dengan Gerakan Aceh Merdeka di Aceh bisa dijadikan contoh.
"Dan jangan sampai memenuhi permintaan penyandera berupa tebusan uang 10 miliar, karena ini sama saja memberi amunisi untuk mereka," katanya.
Faktor penyebab berikutnya, menurut Sukamta, adalah ketidakamanan kawasan, wilayah perairan perbatasan seringkali menjadi wilayah yang rawan aksi perompakan sehingga perlu diperkuat kerjasama lintas negara untuk sama-sama menjaga keamanan perbatasan.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri membenarkan dua orang yang muncul dalam video yang tersebar di media sosial adalah WNI yang diculik kelompok Abu Sayyaf.
"Sejak diterimanya laporan penculikan, Kemlu telah berkomunikasi dengan keluarga kedua WNI di Wakatobi dan secara berkala menyampaikan update perkembangan upaya pembebasan," kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, melalui pesan singkat yang diterima, di Jakarta, Rabu (20/2).
Keduanya yakni Hariadi dan Heri Ardiansyah adalah WNI asal Wakatobi, Sulawesi Tenggara, yang diculik kelompok bersenjata Filipina Selatan saat bekerja menangkap ikan di perairan Sandakan, Malaysia, pada 5 Desember 2018 bersama seorang warga Malaysia.
Pemerintah, menurut Iqbal, terus melakukan upaya-upaya dalam rangka pembebasan kedua WNI dari penyanderaan.
Kasus ini adalah penculikan ke-11 yang dilakukan terhadap WNI di perairan Sabah, Malaysia, oleh kelompok bersenjata di Filipina Selatan.
"Penyanderaan seperti ini terus terjadi berulang, Indonesia harus lebih greget lagi dengan memperkuat solusi komprehensif yang sudah ada baik secara jangka pendek maupun jangka panjang," kata Sukamta, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.
Ia menjelaskan pendekatan komprehensif jangka pendek yang bisa dilakukan adalah memperkuat operasi militer bersama secara reguler yang melibatkan tentara gabungan trilateral Indonesia-Filipina-Malaysia.
Menurut dia, TNI dan Kepolisian Indonesia memiliki pasukan elite yang mumpuni untuk membebaskan sandera sehingga bisa diberdayakan
Anggota Komisi I DPR itu menilai selain operasi militer gabungan, untuk jangka panjang, Indonesia harus perkuat kerja sama pertahanan antarnegara yang sudah ada, khususnya kerjasama trilateral tentang keamanan maritim.
"Berikutnya, secara jangka panjang kita perkuat second track diplomacy yang dilakukan lewat pemerintah dan juga lewat parlemen antara tiga negara," ujarnya.
Dia menjelaskan hal itu bertujuan untuk kestabilan kawasan karena sebagai sesama anggota ASEAN, Indonesia bisa mendorong dan memberi masukan kepada pemerintah Filipina agar bisa menyelesaikan konflik dengan MNLF, MILF dan kelompok Abu Sayyaf yang sudah berkepanjangan.
Sukamta menilai penyebab utama masih terjadinya kasus penyanderaan WNI itu adalah permasalahan politik internal Filipina.
Karena itu menurut dia, pemerintah Indonesia harus terus mendesak pemerintah Filipina untuk bisa segera meredam konflik ini dan keberhasilan Indonesia meredam konflik dengan Gerakan Aceh Merdeka di Aceh bisa dijadikan contoh.
"Dan jangan sampai memenuhi permintaan penyandera berupa tebusan uang 10 miliar, karena ini sama saja memberi amunisi untuk mereka," katanya.
Faktor penyebab berikutnya, menurut Sukamta, adalah ketidakamanan kawasan, wilayah perairan perbatasan seringkali menjadi wilayah yang rawan aksi perompakan sehingga perlu diperkuat kerjasama lintas negara untuk sama-sama menjaga keamanan perbatasan.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri membenarkan dua orang yang muncul dalam video yang tersebar di media sosial adalah WNI yang diculik kelompok Abu Sayyaf.
"Sejak diterimanya laporan penculikan, Kemlu telah berkomunikasi dengan keluarga kedua WNI di Wakatobi dan secara berkala menyampaikan update perkembangan upaya pembebasan," kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, melalui pesan singkat yang diterima, di Jakarta, Rabu (20/2).
Keduanya yakni Hariadi dan Heri Ardiansyah adalah WNI asal Wakatobi, Sulawesi Tenggara, yang diculik kelompok bersenjata Filipina Selatan saat bekerja menangkap ikan di perairan Sandakan, Malaysia, pada 5 Desember 2018 bersama seorang warga Malaysia.
Pemerintah, menurut Iqbal, terus melakukan upaya-upaya dalam rangka pembebasan kedua WNI dari penyanderaan.
Kasus ini adalah penculikan ke-11 yang dilakukan terhadap WNI di perairan Sabah, Malaysia, oleh kelompok bersenjata di Filipina Selatan.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019
Tags: