Kabul (ANTARA News) - Seorang pembom bunuhdiri menyerang sebuah konvoi militer asing di Afghanistan selatan, Rabu, sehingga mencederai ringan seorang prajurit, kata seorang jurubicara pasukan pimpinan NATO. Serangan terjadi sehari setelah aksi bom bunuh diri menewaskan sedikitnya 11 orang di sebuah bis polisi di Kabul, ibukota Afghanistan, sebagai bagian dari ofensif Taliban selama bulan suci Ramadhan. Sebanyak 30 orang lagi tewas dalam serangan serupa di Kabul pada Sabtu. Jumlah serangan Taliban meningkat tahun ini ketika kelompok gerilya tersebut mengubah taktik dari perang konvensional tahun lalu menjadi serangan-serangan bom bunuh diri dan pinggir jalan. Serangan Rabu itu terjadi di provinsi Uruzgan dimana pasukan Belanda memegang komando atas Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO. Sementara itu, gerilyawan Taliban menyerang dan menguasai sesaat sebuah pusat distrik di provinsi berdekatan Ghazni pada Selasa, kata seorang pejabat provinsi. "Taliban menyerang distrik Ajristan provinsi Ghazni... pada tengah malam, menewaskan dua polisi Afghanistan dan mencederai satu orang," kata kepala kepolisian provinsi itu Ali Shah Ahmadzai kepada Reuters. "Personel-personel lain di distrik itu melarikan diri ke sebuah desa terdekat." "Pasukan bantuan polisi, yang didukung militer Afghanistan dan pasukan asing, dikirim ke distrik terpencil itu untuk menangani pemberontak Taliban," kata Ahmadzai. Gerilyawan Taliban menguasai sejumah distrik terpencil beberapa kali, namun biasanya melarikan diri sebelum pasukan Afghanistan yang didukung pasukan internasional tiba di daerah kejadian. Jurubicara Taliban Qari Mohammad Yousuf mengatakan, gerilyawan tersebut menguasai distrik itu sampai Rabu pagi. Kekerasan meningkat di Afghanistan dalam 19 bulan terakhir, periode paling berdarah sejak kelompok garis keras itu dijatuhkan dari kekuasaan oleh pasukan Afghanistan dan pasukan invasi pimpinan AS pada akhir 2001. Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang bertanggung jawab atas serangan-serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001. (*)