Ini dia peran NGO lokal dalam meredakan ketegangan antarpihak RSPO
21 November 2018 21:11 WIB
Peneliti asal Prancis Emmanuelle Cheyns saat memberikan seminar berjudul ‘Marginalized Voices in the Oil Palm Sustainability Debate’ di Jakarta, Rabu. (Antaranews/IFI)
Jakarta (ANTARA News) - Organisasi non pemerintah lokal diyakini memiliki peran besar dalam meredakan ketegangan yang mungkin muncul dengan adanya partisipasi dari komunitas lokal dalam Roundtable on Sustainable Palm Oil atau RSPO.
Hal tersebut disampaikan oleh peneliti bidang Pasar, Organisasi, Institusi dan Strategi Pemegang Kepentingan dari Institut Riset CIRAD Montpellier, Prancis, Emmanuelle Cheyns dalam acara seminar bertajuk Marginalized Voices in the Palm Oil Sustainability Debate di Jakarta, Rabu petang.
Kehadiran organisasi non-pemerintah lokal, lanjutnya, dapat mengurangi ketegangan yang mungkin muncul dalam jalannya diskusi antara para petani kecil dan komunitas lokal, yang ia sebut sebagai smallholders, dengan pemangku kepentingan lain karena mereka berada di sana untuk mewakili suara para smallholders, tanpa harus menghilangkan partisipasi mereka dalam forum diskusi.
Menurut Emmanuelle, para smallholders masih belum berpartisipasi penuh dalam diskusi tahunan RSPO yang membicarakan keberlanjutan industri minyak sawit.
Padahal, ia meyakini bahwa aspirasi dan pendapat mereka juga penting untuk diikutsertakan dalam diskusi internasional itu, karena memberikan pandangan humanis dari pengalaman-pengalaman yang mereka dapatkan dari kehidupan sehari-hari.
“Suara mereka seringkali diwakilkan oleh perusahaan yang lebih besar atau organisasi non-pemerintah (NGO),” jelas Emmanuelle.
Menurutnya, hal ini dapat mengikis pandangan kritis yang diberikan oleh petani-petani kecil serta komunitas lokal yang turut terlibat dalam industri minyak sawit, serta membuka ruang untuk adanya ketidakseimbangan dan ketidakadilan dalam merumuskan agenda bersama.
Alih-alih mewakilkan kehadiran mereka dengan stakeholders lain, justru seharusnya mereka terlibat secara langsung dan diberikan ruang dan waktu untuk berbicara, lanjutnya.
Ia pun menggarisbawahi kecenderungan smallholders untuk menjadi ekspresif, bahkan emosional ketika menyampaikan pendapatnya. Hal itu disebabkan karena mereka berbicara dari pengalaman langsung yang mereka hadapi.
“Kadang mereka dianggap terlalu emosional, bahkan terkesan kurang sopan,” kata Emmanuelle, namun hal tersebut memberikan sentuhan humanis terhadap diskusi internasional tersebut.
Hal itu juga akan menciptakan keberagaman suara dan pendapat, pungkasnya.
Baca juga: Peneliti Prancis sebut partisipasi kritis penting dalam RSPO
Baca juga: BPDP-KS sebut industri sawit bantu Indonesia capai SDGs
Hal tersebut disampaikan oleh peneliti bidang Pasar, Organisasi, Institusi dan Strategi Pemegang Kepentingan dari Institut Riset CIRAD Montpellier, Prancis, Emmanuelle Cheyns dalam acara seminar bertajuk Marginalized Voices in the Palm Oil Sustainability Debate di Jakarta, Rabu petang.
Kehadiran organisasi non-pemerintah lokal, lanjutnya, dapat mengurangi ketegangan yang mungkin muncul dalam jalannya diskusi antara para petani kecil dan komunitas lokal, yang ia sebut sebagai smallholders, dengan pemangku kepentingan lain karena mereka berada di sana untuk mewakili suara para smallholders, tanpa harus menghilangkan partisipasi mereka dalam forum diskusi.
Menurut Emmanuelle, para smallholders masih belum berpartisipasi penuh dalam diskusi tahunan RSPO yang membicarakan keberlanjutan industri minyak sawit.
Padahal, ia meyakini bahwa aspirasi dan pendapat mereka juga penting untuk diikutsertakan dalam diskusi internasional itu, karena memberikan pandangan humanis dari pengalaman-pengalaman yang mereka dapatkan dari kehidupan sehari-hari.
“Suara mereka seringkali diwakilkan oleh perusahaan yang lebih besar atau organisasi non-pemerintah (NGO),” jelas Emmanuelle.
Menurutnya, hal ini dapat mengikis pandangan kritis yang diberikan oleh petani-petani kecil serta komunitas lokal yang turut terlibat dalam industri minyak sawit, serta membuka ruang untuk adanya ketidakseimbangan dan ketidakadilan dalam merumuskan agenda bersama.
Alih-alih mewakilkan kehadiran mereka dengan stakeholders lain, justru seharusnya mereka terlibat secara langsung dan diberikan ruang dan waktu untuk berbicara, lanjutnya.
Ia pun menggarisbawahi kecenderungan smallholders untuk menjadi ekspresif, bahkan emosional ketika menyampaikan pendapatnya. Hal itu disebabkan karena mereka berbicara dari pengalaman langsung yang mereka hadapi.
“Kadang mereka dianggap terlalu emosional, bahkan terkesan kurang sopan,” kata Emmanuelle, namun hal tersebut memberikan sentuhan humanis terhadap diskusi internasional tersebut.
Hal itu juga akan menciptakan keberagaman suara dan pendapat, pungkasnya.
Baca juga: Peneliti Prancis sebut partisipasi kritis penting dalam RSPO
Baca juga: BPDP-KS sebut industri sawit bantu Indonesia capai SDGs
Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018
Tags: