MK kembali gelar sidang uji materi UU MD3
3 Mei 2018 12:50 WIB
Massa yang tergabung dalam Presidium Rakyat Menggugat menggelar unjukrasa di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (15/3/2018). Aksi tersebut menolak pengesahan UU MD3 dan meminta MK mengabulkan uji materi karena dianggap bisa mengancam dan mencederai demokrasi. (ANTARA/Galih Pradipta)
Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini kembali menggelar sidang lanjutan untuk tujuh perkara pengujian Undang Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3)
"MK menggelar sidang pleno lanjutan uji UU MD3," ujar juru bicara MK Fajar Laksono melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis.
Agenda sidang kali ini adalah mendengar keterangan ahli pemohon, pihak Presiden, dan DPR.
Tujuh perkara ini diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI), Presidium Rakyat Menggugat, dan tiga perkara lainnya diajukan oleh perserorangan warga negara Indonesia.
Mereka menggugat ketentuan dalam Pasal 73 ayat (3), Pasal 73 ayat (4) huruf a dan c, Pasal 73 ayat (5), Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3.
Berdasarkan berkas perkara yang diterima MK, para pemohon menyebutk pasal-pasal dalam UU MD3 itu telah menimbulkan ketidakpastian hukum, perlakuan tidak adil di hadapan hukum bagi masyarakat, bahkan pelanggaran hak asasi manusia.
Pasal 73 ayat (3), ayat (4) huruf a dan c, dan ayat (5) menyatakan DPR berhak memanggil paksa lewat polisi, bila ada pejabat, badan hukum, atau warga negara yang tidak hadir setelah dipanggil tiga kali berturut-turut oleh DPR.
Baca juga: Buruh gugat UU MD3 di MK
Sementara Pasal 73 ayat (5) menyebutkan bahwa dalam menjalankan panggilan paksa polisi boleh menyandera setiap orang paling lama 30 hari.
Pemohon menilai Pasal 122 huruf k telah bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia karena dalam pasal tersebut memuat ketentuan bahwa DPR akan melakukan langkah hukum bagi siapa pun yang merendahkan martabat dan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Hal ini kemudian dinilai para pemohon sebagaiupaya pembungkaman suara rakyat dalam memberikan kritik kepada penguasa legislatif, yang kemudian bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia dan demokrasi.
Sedangkan Pasal 245 ayat (1) memuat bahwa setiap anggota DPR memiliki hak imunitas secara luas, sehingga mengancam kepastian hukum yang adil dan berisiko mendiskriminasi hukum.
Empat dari tujuh permohonan uji materi ini diajukan kepada MK hanya berselang beberapa hari setelah DPR mengundangkan ketentuan ini.
Kemudian pada Rabu (2/5) sejumlah organisasi buruh turut menggugat pasal-pasal pemanggilan paksa oleh DPR, sehingga menambah jumlah perkara pengujian UU MD3 di Mahkamah Konstitusi.
"MK menggelar sidang pleno lanjutan uji UU MD3," ujar juru bicara MK Fajar Laksono melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis.
Agenda sidang kali ini adalah mendengar keterangan ahli pemohon, pihak Presiden, dan DPR.
Tujuh perkara ini diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI), Presidium Rakyat Menggugat, dan tiga perkara lainnya diajukan oleh perserorangan warga negara Indonesia.
Mereka menggugat ketentuan dalam Pasal 73 ayat (3), Pasal 73 ayat (4) huruf a dan c, Pasal 73 ayat (5), Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3.
Berdasarkan berkas perkara yang diterima MK, para pemohon menyebutk pasal-pasal dalam UU MD3 itu telah menimbulkan ketidakpastian hukum, perlakuan tidak adil di hadapan hukum bagi masyarakat, bahkan pelanggaran hak asasi manusia.
Pasal 73 ayat (3), ayat (4) huruf a dan c, dan ayat (5) menyatakan DPR berhak memanggil paksa lewat polisi, bila ada pejabat, badan hukum, atau warga negara yang tidak hadir setelah dipanggil tiga kali berturut-turut oleh DPR.
Baca juga: Buruh gugat UU MD3 di MK
Sementara Pasal 73 ayat (5) menyebutkan bahwa dalam menjalankan panggilan paksa polisi boleh menyandera setiap orang paling lama 30 hari.
Pemohon menilai Pasal 122 huruf k telah bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia karena dalam pasal tersebut memuat ketentuan bahwa DPR akan melakukan langkah hukum bagi siapa pun yang merendahkan martabat dan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Hal ini kemudian dinilai para pemohon sebagaiupaya pembungkaman suara rakyat dalam memberikan kritik kepada penguasa legislatif, yang kemudian bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia dan demokrasi.
Sedangkan Pasal 245 ayat (1) memuat bahwa setiap anggota DPR memiliki hak imunitas secara luas, sehingga mengancam kepastian hukum yang adil dan berisiko mendiskriminasi hukum.
Empat dari tujuh permohonan uji materi ini diajukan kepada MK hanya berselang beberapa hari setelah DPR mengundangkan ketentuan ini.
Kemudian pada Rabu (2/5) sejumlah organisasi buruh turut menggugat pasal-pasal pemanggilan paksa oleh DPR, sehingga menambah jumlah perkara pengujian UU MD3 di Mahkamah Konstitusi.
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018
Tags: