Jakarta (ANTARA News) - Rapat Paripurna DPR RI menyetujui perubahan ke-2 Rancangan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) menjadi Undang-Undang, meski diwarnai dengan aksi walk out dari Fraksi Partai NasDem dan Fraksi PPP.

Setelah Wakil Ketua DPR Fadli Zon menanyakan apakah perubahan kedua tentang UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dapat disetujui menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, anggota parlemen yang hadir menyatakan setuju sehingga palu kemudian diketuk untuk menandai persetujuan perubahan kedua UU MD3.

Dalam Rapat Paripurna tersebut, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan poin-poin perubahan kedua UU MD3 mencakup penambahan jumlah Pimpinan yaitu tiga di MPR, satu di DPR, dan satu di DPD; mekanisme pemanggilan paksa terhadap pejabat negara atau masyarakat dengan melibatkan aparat Kepolisian; penguatan hak interpelasi, hak angket, dan Hak Menyatakan Pendapat yang dimiliki DPR; dan penghidupan kembali Badan Akuntabilitas Keuangan Negara.

"Lalu penambahan kewenangan Baleg dalam penyusunan RUU, penambahan mekanisme pemanggilan WNI dan orang asing, dan penguatan hak imunitas anggota parlemen," katanya.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan perubahan kedua UU MD3 sangat penting dalam upaya penguatan lembaga legislatif dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan dalam sistem politik Indonesia.

Dia mengatakan penyempurnaan jumlah Pimpinan MPR dan DPR mencerminkan perolehan suara partai politik yang diraih dalam Pemilu sehingga merepresentasikan rakyat.

Rapat Parpurna itu diwarnai aksi walkout oleh Fraksi PPP dan Fraksi Partai NasDem yang tidak setuju dengan keputusan tersebut.

"Kami diawal menyampaikan bahwa Fraksi PPP menemukan beberapa persoalan mendasar secara konstitusional dalam perubahan kedua atas UU MD3. Maka kami memohon untuk ditunda dan dilakukan pembicaraan lebih lanjut," Ketua Fraksi PPP Reni Marlinawati.

Sementara Ketua Fraksi Partai NasDem Jhonny G Plate menganggap substansi penambahan kursi pimpinan DPR, MPR dan DPD syarat kepentingan politis.

Dia menilai penambahan kursi Pimpinan DPR, MPR dan DPD justru akan menciptakan oligarkhi dan merusak citra Parlemen di masyarakat sehingga meminta pengesahan RUU MD3 ditunda dan dibahas di tingkat Baleg.