Turbat (ANTARA News) - Polisi menembakkan gas air mata maupun peluru ke udara untuk membubarkan unjuk rasa yang dilakukan para korban topan di Pakistan, Jumat (29/6). Sekira seribu orang berbaris di depan kantor pemerintah setempat, di kota Turbat yang dilanda banjir. Para korban mengatakan, mereka belum mendapat bantuan sejak terjadi Topan Yemyin pada Kamis. "Rumah kami sudah hancur dan sudah empat hari tidak ada air maupun makanan," kata Ghulam Jan (27), seorang petani saat unjuk rasa tersebut. "Tidak ada petugas maupun badan pemerintah yang menolong kami. Kami tidak bisa pergi karena di mana -mana air," katanya. Sebagian besar Turbat tenggelam, dan masyarakat mengungsi ke atap gubuk maupun ke masjid. Setelah disiram hujan deras selama berhari-hari, kini mereka mengalami panas terik, menyusul hilangnya awan di atas kota dekat pantai itu. Namun, helikopter-helikopter yang membawa bantuan, masih tidak bisa mengudara karena hujan lebat terus mengguyur pangkalan mereka di Quetta, ibukota provinsi Baluchistan. Komisioner bantuan provinsi Baluchistan, Bakhsh Baloch, mengatakan 1,1 juta orang telah terimbas topan dan banjir. Sebanyak 250 ribu di antaranya tidak punya tempat tinggal. "Ini situasi serius, kami tahu bahwa orang-orang sedang menderita," katanya kepada AFP. "Kemarin, selama beberapa jam kami mulai melakukan pertolongan dan kami menyelamatkan beberapa orang, namun, cuaca telah membuat kami tidak dapat melakukan yang seharusnya. Hari ini, sejak pagi kami terus mencoba mengudarakan helikopter namun tidak bisa," katanya. Pihak militer mengatakan sekitar selusin helikopter dan beberapa pesawat angkut telah melakukan penjatuhan dari udara atas bantuan seperti air, makanan, tenda dan obat-obatan kepada korban di wilayah bencana tersebut, demikian laporan AFP. (*)