Bangkok (ANTARA News) - Pemimpin Junta Militer Thailand, Selasa, berjanji untuk menyelenggarakan pemilihan umum tahun ini sesuai bersamaan peringatan enam bulan peristiwa kudeta yang menggulingkan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. "Kami perlu untuk menyelenggarakan pemilihan umum sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditetapkan," kata Pemimpin Militer, Jenderal Sonthi Boonyaratkalin, yang memimpin kudeta tidak berdarah pada 19 September 2006 menggulingkan Perdana Menteri (PM) Thaksin. Junta Militer Thailand telah berjanji untuk menyusun rancangan dari Undang-Undang baru untuk memuluskan jalan bagi pemilihan umum pada Oktober tahun ini, sebuah tenggat waktu yang dipastikan lagi oleh Sonthi dalam konferensi press, Selasa, yang menandai enam bulan kekuasaannya. Sonthi membenarkan kudeta dengan mengatakan bahwa Thailand jatuh ke dalam "demokrasi palsu" dibawah pemerintahan Thaksin, yang lebih mirip "diktator kapitalis". Dia juga mengulang klaimnya bahwa Thaksin telah memecah belah negara itu menjadi pro-Thaksin dan anti-Thaksin. Thaksin, seorang jutawan yang menjabat Perdana Menteri pada 2001 hingga 2006, mengikuti upaya populer yang memenangkan dukungan dari sebagian besar rakyat miskin di Thailand sementara kabinetnya mengejar kebijakan bisnis persahabatan yang memunculkan tuduhan menguntungkan kerajaan telekomunikasi Thaksin dan kepentingan kroni-kroninya. Selain menuduh Thaksin dan para menterinya melakukan korupsi besar-besaran, junta belum mengajukan tuntutan resmi terhadapp mantan perdana menteri yang tinggal di pengasingan itu, walaupun istri dan anak-anaknya menghadapi sejumlah kasus pajak dan bisnis yang meragukan. Sonthi meminta maaf mengenai kemajuan lambat dalam proses keadilan, dan mengatakan bahwa upaya pemerintah mengikuti prosedur resmi tidak dapat diburu-buru. Pejabat Kepala Polisi Nasional Seripisuth Temiyaves dalam konferensi press yang sama mengatakan bahwa dia sedang menyiapkan setidaknya enam kasus pelecehan raja terhadap Thaksin dan telah dikirimkan kepada pihak Kejaksaan Agung untuk diperiksa. Dibawah hukum Thailand, adalah hal yang melanggar hukum untuk mengkritik atau merendahkan raja atau anggota kerajaan. Thaksin dianggap sebagai sebuah fenomena baru di panggung politik Thailand, ketika partai Thai Rak Thai-nya menang secara mayoritas di parlemen dengan berjanji untuk meningkatkan kehidupan rakyat miskin, namun mengurangi kekuasaan elit politik tradisional, termasuk keberadaan militer, demikian AFP. (*)