Siswa Labschool melawan bahaya sampah elektronik dengan e-Waste
22 Februari 2016 01:44 WIB
Rafa Jafar (13) atau akrab dipanggil RJ, pemrakarsa gerakan membuang sampah elektronik dengan membuat kotak e-Waste, dalam Hari Peduli Sampah Nasional 2016, di CFD Thamrin, Minggu (21/2/2016). (ANTARA News/ Arindra Meodia)
Jakarta (ANTARA News) - Berawal dari tugas sekolah, Rafa Jafar (13) yang akrab dipanggil RJ, memprakarsai gerakan membuang sampah elektronik dengan membuat kotak e-Waste.
"e-Waste adalah tempat sampah untuk sampah elektronik. Kalau dibuang sembarangan racun B3 dalam sampah elektronik akan tersebar," kata dia kepada ANTARA News di Jakarta, Minggu.
Siswa tingkat pertama SMP Labschool itu mendapat tugas saat masih sekolah dasar dan karena ketertarikannya kepada teknologi, terutama gadget, RJ kemudian memikirkan nasib gadget yang tak lagi dipakai.
"Kalau dibuang susah teruraikan. Kalau disimpan diaci bertahun-tahun akan membusuk, bahkan beracun. Padahal Indonesia salah satu negara dengan konsumsi elektronik terbanyak," ujar dia.
Menurut RJ, sampah elektronik harus didaur ulang dengan cara yang baik karena akan berbahaya jika terjadi kontak langsung dengan tubuh sehingga chipset perangkat harus diambil terlebih dahulu.
Tidak hanya kepada tubuh, sampah elektronik akan menjadi berbahaya jika bersentuhan dengan tanah karena tanah mudah terkontaminasi oleh racun sampah elektronik.
Mendaur ulang sampah elektronik dengan cara dibakar, menurut RJ, justru paling membahayakan karena udara akan tercemar oleh racun D3 yang kemudian akan dihirup manusia.
Untuk mendaur ulang sampah elektronik, RJ bekerja sama dengan PT TES-AMM Indonesia yang mendaur ulang sampah elektronik dengan cara pemisahan berdasarkan bahan, misalnya logam dan plastik.
"Misalnya handphone. Hp terbuat dari plastik dan logam. Kami bongkar, dipisahkan, nanti kami daur ulang sesuai dengan bahan dasar," kata Chandra Paramita, Manager Marketing PT TES-AMM Indonesia. "Setelah didaur ulang, nanti bisa kembali ke bahan dasar."
Chandra mengaku bertemu RJ pada sebuah kesempatan. Dia mengatakan perusahaan yang memiliki pabrik daur ulang di Cikarang itu memiliki visi sama dengan RJ.
Setelah mengumpulkan tugas sekolahnya itu, RJ yang saat itu masih berusia 11 tahun kemudian menjadikannya buku yang diberi judul "E-Waste (Sampah Elektronik)".
"Tugas dalam bahasa Inggris, aku terjemahkan dalam bahasa Indonesia dan aku tambahkan lebih banyak informasi di dalamnya untuk menjadi buku," ujar RJ.
"Dengan buku ini, aku ingin meningkatkan kesadaran orang-orang. Selama ini sampah hanya dibedakan antara organik dan anorganik. Padahal, sampah elektronik lebih berbahaya," tambah dia.
Kini, RJ memiliki 10 kotak sampah elektronik e-Waste yang dua diantaranya ditempatkan di SD tempat dia bersekolah dulu, SD Cikal, satu di SMP Labschool, dan sisanya akan ditempatkan di area publik.
"e-Waste adalah tempat sampah untuk sampah elektronik. Kalau dibuang sembarangan racun B3 dalam sampah elektronik akan tersebar," kata dia kepada ANTARA News di Jakarta, Minggu.
Siswa tingkat pertama SMP Labschool itu mendapat tugas saat masih sekolah dasar dan karena ketertarikannya kepada teknologi, terutama gadget, RJ kemudian memikirkan nasib gadget yang tak lagi dipakai.
"Kalau dibuang susah teruraikan. Kalau disimpan diaci bertahun-tahun akan membusuk, bahkan beracun. Padahal Indonesia salah satu negara dengan konsumsi elektronik terbanyak," ujar dia.
Menurut RJ, sampah elektronik harus didaur ulang dengan cara yang baik karena akan berbahaya jika terjadi kontak langsung dengan tubuh sehingga chipset perangkat harus diambil terlebih dahulu.
Tidak hanya kepada tubuh, sampah elektronik akan menjadi berbahaya jika bersentuhan dengan tanah karena tanah mudah terkontaminasi oleh racun sampah elektronik.
Mendaur ulang sampah elektronik dengan cara dibakar, menurut RJ, justru paling membahayakan karena udara akan tercemar oleh racun D3 yang kemudian akan dihirup manusia.
Untuk mendaur ulang sampah elektronik, RJ bekerja sama dengan PT TES-AMM Indonesia yang mendaur ulang sampah elektronik dengan cara pemisahan berdasarkan bahan, misalnya logam dan plastik.
"Misalnya handphone. Hp terbuat dari plastik dan logam. Kami bongkar, dipisahkan, nanti kami daur ulang sesuai dengan bahan dasar," kata Chandra Paramita, Manager Marketing PT TES-AMM Indonesia. "Setelah didaur ulang, nanti bisa kembali ke bahan dasar."
Chandra mengaku bertemu RJ pada sebuah kesempatan. Dia mengatakan perusahaan yang memiliki pabrik daur ulang di Cikarang itu memiliki visi sama dengan RJ.
Setelah mengumpulkan tugas sekolahnya itu, RJ yang saat itu masih berusia 11 tahun kemudian menjadikannya buku yang diberi judul "E-Waste (Sampah Elektronik)".
"Tugas dalam bahasa Inggris, aku terjemahkan dalam bahasa Indonesia dan aku tambahkan lebih banyak informasi di dalamnya untuk menjadi buku," ujar RJ.
"Dengan buku ini, aku ingin meningkatkan kesadaran orang-orang. Selama ini sampah hanya dibedakan antara organik dan anorganik. Padahal, sampah elektronik lebih berbahaya," tambah dia.
Kini, RJ memiliki 10 kotak sampah elektronik e-Waste yang dua diantaranya ditempatkan di SD tempat dia bersekolah dulu, SD Cikal, satu di SMP Labschool, dan sisanya akan ditempatkan di area publik.
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016
Tags: