TII: sikap Presiden soal UU KPKdiuji
24 Juni 2015 12:14 WIB
Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Solidaritas Rakyat Anti Korupsi (Sorak) berunjuk rasa, di Bundaran Majestik, Medan, Sumut. Mereka mendukung kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. (FOTO ANTARA/Irsan Mulyadi)
Jakarta (ANTARA News) - Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko mengatakan keputusan DPR yang akan merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan ujian bagi sikap Presiden Joko Widodo yang sebelum menolak wacana tersebut.
"Ini ujian bagi sikap Presiden Jokowi sebelumnya. Hal ini juga bisa disebut sebagai tantangan bagi internal kabinet yang dia dipimpin," kata Dadang Trisasongko dihubungi di Jakarta, Rabu.
Dadang mengatakan upaya pemberantasan korupsi akan kuat bila pemerintahan, terutama di jajaran pimpinannya, bisa solid menjalankan agenda tersebut.
Keretakan dan perbedaan sikap antara Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terhadap wacana revisi Undang-Undang KPK yang diperlihatkan sebelumnya akan membahayakan masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Namun, Dadang menilai sikap Presiden Jokowi yang menolak revisi Undang-Undang KPK, berbeda dengan sikap Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mendukung, merupakan suatu hal yang benar.
"Presiden harus bertahan dengan sikap itu, termasuk dengan tidak mengirimkan wakil dari pemerintah dalam proses pembahasan revisi Undang-Undang KPK di DPR. Publik menunggu dan akan mengawasi konsistensi Presiden," tuturnya.
DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang KPK masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2015 pada rapat paripurna pada Selasa (23/6).
"Revisi Undang-Undang KPK disetujui masuk ke dalam Prolegnas 2015 menggantikan revisi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah," kata Ketua Badan Legislasi DPR Sareh Wiyono.
Sareh mengemukakan sebelumnya revisi Undang-Undang KPK dinilai tidak terlalu mendesak karena masuk dalam Prolegnas 2015-2019 dengan nomor urut 63.
Namun, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berkomitmen merevisi Undang-Undang KPK dengan beberapa alasan kegentingan.
"Ini ujian bagi sikap Presiden Jokowi sebelumnya. Hal ini juga bisa disebut sebagai tantangan bagi internal kabinet yang dia dipimpin," kata Dadang Trisasongko dihubungi di Jakarta, Rabu.
Dadang mengatakan upaya pemberantasan korupsi akan kuat bila pemerintahan, terutama di jajaran pimpinannya, bisa solid menjalankan agenda tersebut.
Keretakan dan perbedaan sikap antara Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terhadap wacana revisi Undang-Undang KPK yang diperlihatkan sebelumnya akan membahayakan masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Namun, Dadang menilai sikap Presiden Jokowi yang menolak revisi Undang-Undang KPK, berbeda dengan sikap Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mendukung, merupakan suatu hal yang benar.
"Presiden harus bertahan dengan sikap itu, termasuk dengan tidak mengirimkan wakil dari pemerintah dalam proses pembahasan revisi Undang-Undang KPK di DPR. Publik menunggu dan akan mengawasi konsistensi Presiden," tuturnya.
DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang KPK masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2015 pada rapat paripurna pada Selasa (23/6).
"Revisi Undang-Undang KPK disetujui masuk ke dalam Prolegnas 2015 menggantikan revisi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah," kata Ketua Badan Legislasi DPR Sareh Wiyono.
Sareh mengemukakan sebelumnya revisi Undang-Undang KPK dinilai tidak terlalu mendesak karena masuk dalam Prolegnas 2015-2019 dengan nomor urut 63.
Namun, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berkomitmen merevisi Undang-Undang KPK dengan beberapa alasan kegentingan.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015
Tags: