Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Adnan Pandu Praja meminta agar revisi Undang-undang No 30 tahun 2002 tentang KPK harus berdasarkan penelitian akademis dan bukan semata atas pertimbangan kepentingan politik.
"Hanya dengan penelitian akademislah yang membuat argumen revisi punya alasan bukan hanya untuk kepentingan politik," kata Pandu di Gedung KPK Jakarta, Jumat.
Namun hari ini Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas bersama dengan sejumlah menteri, Ketua KPK, kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan, Kapolri dan Jaksa Agung menyatakan pemerintah menolak revisi UU KPK yang berasal dari inisiatif DPR itu.
"KPK mengapresiasi (pembatalan) itu. Karena kita tahu bahwa yang berkembang itu terindikasi pelemahan KPK, jadi kami menyambut baik hal itu," ungkap Pandu.
Dia menandaskan revisi UU KPK harus didasari semangat menguatkan KPK. "Memang ada beberapa hal yang harus disempurnakan tapi semangatnya bukan melemahkan," tambah Pandu.
Menurut Plt Ketua KPK Taufiquerrachman Ruki, alasan Presiden Jokowi menolak revisi UU KPK adalah karena menurut Presiden tidak ada hal yang perlu diganti dari undang-undang itu.
"Tidak ada yang perlu diubah, tidak ada yang perlu diganti-ganti, dari pada bikin persoalan? Biarkan saja usulan biarkan usulan tapi kan pembahasan dengan pemerintah, kami pemerintah tidak bersedia mengubah itu," kata Ruki menirukan pernyataan Presiden Jokowi.
Ruki mengungkapkan, penolakan Presiden tidak atas permintaan KPK atau dirinya.
"Enggak minta saya, memang inisiatif presiden. Presiden punya komitmen tentang yang satu ini," tegas Ruki.
Revisi UU KPK harus atas penelitian akademis
19 Juni 2015 19:56 WIB
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja (ANTARA FOTO/Darwin Fatir)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015
Tags: