Sebelum 30 hari, "pinger locater" dimaksimalkan cari kotak hitam
11 Januari 2015 08:15 WIB
Potongan Ekor Pesawat Air Asia QZ8501. Potongan bagian ekor pesawat AirAsia QZ8501 setelah berhasil diangkat dari dasar laut dengan menggunakan "floating bag" oleh tim penyelam gabungan TNI AL dan ditempatkan di atas kapal Crest Onyx, di perairan Laut Jawa, Sabtu (10/1). (ANTARA FOTO/R. Rekotomo)
Pangkalan Bun, Kalteng (ANTARA News) - Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Marsma TNI (Purn) Tatang Kurniadi mengatakan "pinger locater" yang hanya ada di beberapa kapal di lokasi pencarian pesawat Air Asia QZ8501 harus dimaksimalkan untuk mencari kotak hitam.
"Paling mudah untuk mencari kotak hitam ya pakai pinger locator, jadi ya itu perlu dimaksimalkan sebelum 30 hari. Kalau sudah lewat 30 hari ya sudah kita pakai ROV (remotely operated vehicle) dan penyelam yang ambil," kata Tatang.
Alat pendeteksi signal dari kotak hitam pesawat mampu menangkap dalam radius 200--300 meter. Namun apabila "pinger locator" yang digunakan lebih baru atau lebih canggih tentu mampu menangkap signal lebih jauh.
"Makanya kalau tidak salah Tim Rusia itu bawa pinger locator lebih bagus lagi yang bisa ditarik hingga kedalaman 1.000 meter. Daya tariknya tinggi, beda dengan yang dimiliki KNKT yang standar untuk kedalaman 100--200 meter," kata Tatang.
Menurut dia, untuk investigasi kecelakaan pesawat 70 persen jawabannya ada di kotak hitam. Karena alasan itu lah maka sangat penting untuk mencari keberadaan kotak hitam yang terdiri dari Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voice Recorder (CVR).
"Mohon jangan dibanding-bandingkan antara mencari jenazah dengan kotak hitam. Tentu bagaimana pun jenazah dulu itu penting, tapi jika terkait dengan sistem ini ya memang harus cepat dilaksanakan," ujar Tatang.
Jika memang ternyata kotak hitam tidak dapat ditemukan atau hancur, ia mengatakan hal tersebut harus disampaikan ke dunia internasional. Tetapi investigasi kecelakaan tetap akan dilakukan tanpa menggunakan kotak hitam.
"Kalau memang bisa kita bawa lengkap serpihan badan pesawat, tapi kalau sudah bisa dapat kotak hitam 70 persen jawaban penyebab kecelakaan ada di sana," ujarnya.
"Paling mudah untuk mencari kotak hitam ya pakai pinger locator, jadi ya itu perlu dimaksimalkan sebelum 30 hari. Kalau sudah lewat 30 hari ya sudah kita pakai ROV (remotely operated vehicle) dan penyelam yang ambil," kata Tatang.
Alat pendeteksi signal dari kotak hitam pesawat mampu menangkap dalam radius 200--300 meter. Namun apabila "pinger locator" yang digunakan lebih baru atau lebih canggih tentu mampu menangkap signal lebih jauh.
"Makanya kalau tidak salah Tim Rusia itu bawa pinger locator lebih bagus lagi yang bisa ditarik hingga kedalaman 1.000 meter. Daya tariknya tinggi, beda dengan yang dimiliki KNKT yang standar untuk kedalaman 100--200 meter," kata Tatang.
Menurut dia, untuk investigasi kecelakaan pesawat 70 persen jawabannya ada di kotak hitam. Karena alasan itu lah maka sangat penting untuk mencari keberadaan kotak hitam yang terdiri dari Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voice Recorder (CVR).
"Mohon jangan dibanding-bandingkan antara mencari jenazah dengan kotak hitam. Tentu bagaimana pun jenazah dulu itu penting, tapi jika terkait dengan sistem ini ya memang harus cepat dilaksanakan," ujar Tatang.
Jika memang ternyata kotak hitam tidak dapat ditemukan atau hancur, ia mengatakan hal tersebut harus disampaikan ke dunia internasional. Tetapi investigasi kecelakaan tetap akan dilakukan tanpa menggunakan kotak hitam.
"Kalau memang bisa kita bawa lengkap serpihan badan pesawat, tapi kalau sudah bisa dapat kotak hitam 70 persen jawaban penyebab kecelakaan ada di sana," ujarnya.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015
Tags: