Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR, Dradjad H. Wibowo, memperkirakan target penerimaan pajak dalam tahun 2006 sebesar Rp333 triliun tidak akan tercapai, bahkan kekurangannya akan mencapai sekitar Rp30 triliun. "Penerimaan pajak di luar pajak penghasilan (PPh) Migas diyakini gagal mencapai target, dengan jumlah kekurangan mencapai sekitar Rp30 triliun. Ini merupakan rekor tertinggi dalam sejarah APBN Indonesia," kata Dradjad dalam penjelasan yang diterima di Jakarta, Kamis. Menurut dia, keyakinan itu didasarkan pada fakta bahwa hingga hari Rabu (15/11) pukul 16:00 WIB, total penerimaan pajak (di luar PPh Migas) selama paruh pertama bulan November 2006 hanya Rp15,78 triliun, yang terdiri dari penerimaan hingga 10 November 2006 sebesar Rp9,7 triliun, dan selama 11 hingga 15 November 2006 sebesar Rp6,08 triliun. Sementara posisi penerimaan pajak per 31 Oktober 2006 baru mencapai Rp245 triliun, atau baru mencapai sekitar 73,4 persen dari target sebesar Rp333 triliun (di luar PPh Migas dan cukai). Menurut anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) itu, tanggal 10 setiap bulannya merupakan hari penerimaan terbesar dari PPh Pasal 21, sementara tanggal 15 setiap bulannya adalah hari penerimaan terbesar dari PPh Pasal 25. Dalam penerimaan pajak bulanan di luar PPh Migas, tanggal 1 hingga 15 biasanya menyumbang 70 persen dari total penerimaan pajak. "Dengan skenario optimis, penerimaan pajak pada November 2006 hanya akan mencapai sekitar Rp23 triliun hingga Rp25 triliun. Sementara penerimaan pada Desember 2006, sekalipun digenjot hasilnya akan mencapai sekitar Rp25 triliun hingga Rp30 triliun. Artinya akan terjadi kekurangan penerimaan pajak di luar PPh Migas sekitar Rp30 triliun," kata Dradjad. Menurut dia, jika kekurangan penerimaan pajak dari targetnya itu tidak dikompensasi, maka defisit APBN 2006 akan membengkak dari 1,2 persen menjadi minimal 2,0 persen dari PDB. Jika hal tersebut terjadi, maka stabilitas makro akan terganggu. "Atau jika defisit tetap dipertahankan 1,2 persen, berarti belanja negara harus dipotong sebesar Rp30 triliun. Pertumbuhan ekonomi akan terganggu karena berkurangnya belanja negara pada akhir tahun yang biasanya menjadi kunci pendorong pertumbuhan ekonomi," kata Dradjad. (*)