Palembang (ANTARA News) - Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Selatan menilai penanggulangan bencana kabut asap di provinsi berpenduduk sekitar 8,6 juta jiwa itu lamban.

"Kami menilai penanggulangan bencana kabut asap oleh aparat pemerintah daerah ini sangat lamban, sehingga sampai saat ini kabut asap dirasakan semakin pekat dan mengganggu berbagai aktivitas masyarakat," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Hadi Jatmiko di Palembang, Senin.

Menurut dia, kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan di sejumlah kabupaten dan kota di Sumsel yang mencemari udara hinga ke Kota Palembang bahkan ke provinsi tetangga, sekarang ini terasa semakin pekat terutama pada pagi dan sore hari.

Melihat kondisi tersebut, pihaknya meminta kepada pemerintah daerah untuk lebih aktif melakukan tindakan penanggulangan bencana kabut asap tersebut sehingga tidak menimbulkan masalah yang lebih besar lagi.

"Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sejumlah daerah seperti Kabupaten Musi Banyuasin, Musirawas, Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Lahat, Muara Enim, dan Kabupaten Ogan Komering Ulu, perlu segera diatasi oleh Gubernur Sumsel Alex Noerdin dan bupati di kabupaten yang terdapat sumber api penyebab kabut asap," ujarnya.

Dia menjelaskan, pencemaran udara kabut asap dari pembakaran yang dilakukan secara sengaja dan faktor alam akibat cuaca panas pada puncak musim kemarau September 2014 ini, perlu segera dicarikan solusi terbaik dan tepat sehingga tidak selalu menjadi permasalahan setiap tahunnya.

Selain menyiapkan solusi yang tepat, pemerintah daerah ini diharapkan pula bersikap tegas dengan memberikan sanksi berat kepada masyarakat, perusahaan perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI) yang terbukti secara sengaja melakukan pembakaran lahan untuk pembukaan lahan baru atau peremajaan kebun.

Sesuai ketentuan Undang Undang No.18 Tahun 2004 tentang perkebunan, diatur mengenai larangan pembukaan lahan dengan cara membakar.

Pembukaan lahan dengan cara membakar merupakan kejahatan lingkungan hidup, sesuai UU tersebut setiap orang yang dengan sengaja membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar, kata Hadi.