Jakarta (ANTARA) - Organisasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menerbitkan empat rekomendasi yang mendesak untuk direalisasikan sebagai respons terhadap bencana banjir dan tanah longsor yang menewaskan 13 warga di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.

Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Selatan Muhammad Al Amien dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa rekomendasi tersebut ditujukan untuk direalisasikan segera oleh pemerintah, khususnya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

Empat butir rekomendasi tersebut, yakni merevisi peraturan terkait pemanfaatan ruang (Rencana Tata Ruang Tata Wilayah/RTRW, Rencana Detail Tata Ruang/RDTL, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan/RTBL).

Hal itu karena Walhi menilai banyak kawasan yang rentan terhadap bencana banjir dan tanah longsor justru diberikan izin pertambangan; salah satunya berlokasi di Desa Rante Bella, Latimojong, Luwu, Sulawesi Selatan.

Rekomendasi selanjutnya, yakni mengubah perspektif dan model siaga mitigasi serta penanggulangan bencana. Walhi menilai sudah saatnya pemerintah bisa menyelesaikan persoalan secara lugas tanpa dibatasi wilayah administratif namun, pemerintah seharusnya menyusun upaya mitigasi dan penanggulangan bencana melalui pendekatan bentang alam baik penyelesaian di tingkat DAS maupun kawasan esensial.

Baca juga: Basarnas: Korban banjir Luwu jadi 13 orang, dua baru ditemukan

Walhi juga merekomendasikan agar memberikan edukasi serta melibatkan masyarakat secara bermakna di sekitar kawasan untuk sama-sama menyusun dan merumuskan upaya mitigasi dan penanggulangan bencana.

“Kami juga merekomendasikan agar Gubernur Sulawesi Selatan tegas menindak aktivitas pertambangan yang berada di kawasan inti dan penyangga pegunungan Latimojong,” kata dia.

Ia menjelaskan, rekomendasi ini diberikan berdasarkan hasil kajian dan analisa dari tim Walhi Sulawesi Selatan atas respons bencana banjir dan longsor yang menewaskan 13 warga dan dampak kerusakan lainnya di Kabupaten Luwu, Enrekang, Sidrap, Wajo, dan Soppeng.

Dalam kajian tersebut Walhi mendapati lima kabupaten yakni Luwu, Enrekang, Sidrap, Wajo, dan Soppeng yang dilanda bencana banjir dan longsor sejak 3 April 2024 telah memiliki wilayah tutupan hutan di bawah 30 persen.

Kemudian menemukan aktivitas ekstraktif dan alih fungsi hutan di daerah inti penyangga pegunungan Latimojong telah memperparah banjir serta tanah longsor yang melanda Kabupaten Luwu, Enrekang, Sidrap, dan Wajo.

Baca juga: Basarnas Makassar evakuasi 52 korban banjir Sungai Latimojong Luwu

Pasalnya, kata dia, di sekitar kawasan penyangga pegunungan itu terdapat wilayah pertambangan emas dan beberapa aliran sungai di antaranya juga dibebani oleh pertambangan galian C atau penggalian pasir sungai berizin.

Kondisi itu, lanjut dia, semakin diperparah karena jenis tanah di sekitar wilayah itu masuk dalam kategori tanah andosol dan latosol yang rentan erosi utamanya ketika musim hujan tiba sehingga alih fungsi lahan untuk aktivitas ekstraktif dan perkebunan di kawasan itu akan mendorong terjadi banjir dan longsor.

“Secara umum kajian yang dilakukan menunjukkan bahwa daya dukung dan daya tampung air Gunung Latimojong telah menurun beberapa tahun terakhir seiring dengan kegiatan perusahaan itu maupun tambang ilegal,” ujarnya.

Sebelumnya diketahui data dari Kantor SAR Makassar mengungkap identitas ke-13 orang korban meninggal dunia itu adalah Rumpak (97), Jatima (55), Rima (84), Muh Misdar (29), Mawi (57), Sukma (9), Kapila (84), Ambo Accung, Nadira (40), Sunarti (40), Ulfiana (8), Mutmita (5), dan Suardi (70).

Baca juga: SAR gabungan evakuasi 208 warga terisolir dampak bencana di Luwu

Kepala Kantor SAR Makassar Mexianus Bebabel mengatakan, Suardi menjadi korban terakhir yang jasadnya ditemukan terseret sejauh 200 meter di bawah rakit mesin penghisap pasir di Sungai Cimpu, Latimojong, Luwu, pada Selasa (7/5) siang.

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024