Jakarta (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) meminta pemerintah untuk bersiaga mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan menjelang musim kemarau 2014, kata Manajer Penanganan Bencana Walhi Nasional, Mukri Friatna, kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.

"Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) beberapa waktu lalu, ada kemungkinan terjadi potensi kebakaran hutan di sejumlah wilayah," katanya.

Menurut dia, untuk itu langkah yang perlu diambil pemerintah adalah dengan menyiapkan orang di lapangan beserta rencana daruratnya. Tercatat lima wilayah yang terbilang rawan akan kebakaran hutan setiap tahunnya yaitu Provinsi Riau, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jambi, dan Aceh.

"Pemerintah harus memfokuskan pelayanan kesiapsiagaan bagi lima wilayah rawan kebakaran tersebut," katanya.

Dia menjelaskan pada tahun 2013, Walhi sempat melayangkan gugatan kepada pemerintah atas kejahatan ekologis yang menyebabkan kebakaran hutan. Meskipun belum ada kejelasan kelanjutannya, namun harus ada pembelajaran yang penting bagi pemerintah.

Selain itu, ketika ditanyai mengenai keanekaragaman hayati yang hilang dari hutan yang terbakar, Mukri mengatakan bahwa hal tersebut tidak bisa dikonversi dalam bentuk rupiah karena mahal sekali, sehingga yang dapat dilakukan adalah dengan upaya pemulihan.

"Upaya pemulihan tersebut bisa sementara waktu dilakukannya dengan dikeluarkannya moratorium," ujarnya.

Dia menuturkan pemerintah dapat membuat moratorium terhadap perusahaan yang sudah mendapatkan luas hutan yang akan digunakan untuk berproduksi. Misalnya, perusahaan memperoleh 100 ribu hektare, jika 10 ribu hektare di antaranya merupakan kawasan biosfer maka sebaiknya jangan digunakan dulu tetapi harus dilakukan kajian.

"Dengan moratorium ini diharapkan dapat menekan kemungkinan terjadinya kebakaran hutan," ujarnya.

Tidak hanya itu, Mukri juga mengharapkan bekas lokasi lahan yang terbakar dapat dikembalikan fungsinya. Jika lokasinya milik negara maka diharapkan pemerintah yang membiayai pemulihannya, sedangkan jika milik swasta maka akan dibiayai oleh perusahaan yang berproduksi di wilayah tersebut.

"Kami mengharapkan kerja sama yang baik antara perusahaan dan pemerintah dalam hal menangani kebakaran hutan ini," katanya.