Koalisi Masyarakat Sipil berencana uji materi UU MD3 ke MK
Usulan Revisi UU MD3 Parlemen. Koalisi Masyarakat Sipil UU MD3 yang terdiri dari (kiri -kanan) Peneliti IPC Ahmad Hanafi, Peneliti IBC Roy Salam, Peneliti YAPPIKA Hendrik Rosdinar, Peneliti ICW Abdullah Dahlan, Peneliti PSHK Ronald Rofiandri menanggapi pengesahan UU MD3 Parlemen Legislatif RI di Jakarta, Minggu (13/7). Mereka mendesak anggota DPR periode 2014-2019 merevisi kembali UU MD3 terkait pembagian kewenangan di Parlemen serta berpotensi menjadi sumber impunitas bagi anggota DPR dalam pemeriksaan atas kasus hukum. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Koordinator Divisi Politik ICW Abdullah Dahlan di Jakarta, Minggu, mengatakan pihaknya mengkaji potensi kerugian yang dapat disebabkan dari pengesahan UU MD3 tersebut.
Menurut dia, terlalu banyak pasal yang dianggap memberikan kewenangan terlalu luas pada DPR, salah satunya terkait penyidikan perkara hukum khusus di mana penegak hukum harus mengantongi izin dari Mahkamah Kehormatan DPR sebelum memeriksa anggota dewan.
Selain tidak sesuai dengan prinsip persamaan di depan hukum, syarat izin persetujuan dari Mahkamah Kehormatan seharusnya tidak perlu karena dikhawatirkan dalam waktu 30 hari, sebagaimana batas waktu keluarnya izin tertulis, dapat berpotensi menjadi celah bagi penghilangan alat bukti atau melarikan diri, ujar dia.
Sementara itu, dalam Pasal 80 huruf j UU MD3 menyebutkan anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihannya, serta berhak mendapatkan anggaran atas usulan itu, juga berlebihan.
Ia mengatakan dalam naskah RUU MD3 versi 2 Juli 2014 sempat ditemukan dua usulan alternatif. Usulan pertama, yakni mendapatkan alokasi anggaran daerah pemilihan, sedangkan usulan kedua yakni memperoleh anggaran tersendiri untuk merealisasikan aspirasi masyarakat terutama untuk memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan.
Hal yang, menurut dia, perlu dipertanyakan adalah maksud dari program pembangunan daerah pemilihan yang lebih mirip dengan dana aspirasi. Tidak ada penjelasan tentang program tersebut sehingga dianggap berpotensi dan riskan terjadi distorsi dalam praktiknya di lapangan.
Terlebih lagi, ia mengatakan usulan tentang program pembangunan daerah pemilihan tersebut tidak disertai atau dilengkapi dengan paket kebijakan pengelolaan yang transparan dan akuntabel.
Menurut Abdullah, jika Pansus RUU MD3 punya pemikiran yang berbeda antara skema program pembangunan daerah pemilihan dengan dana aspirasi, maka seharusnya pemikiran dan tafsirnya dimuat setidaknya di bagian Penjelasan RUU MD3. (V002/I007)
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014