Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menyatakan bahwa pemuda hari ini harus berani melintas batas baik secara suku, budaya, hingga agama dalam upaya memperkuat kohesi sosial serta memperkokoh persatuan dan kesatuan Republik Indonesia.

"Perlu ada sikap terbuka yang bisa melintas batas. Tidak hanya kita memahami yang lain, tetapi kita juga berani berinteraksi dan dalam beberapa hal mengakomodir mereka yang berbeda untuk mengekspresikan apa yang menjadi identitas kultural maupun identitas personal," ujar Mu'ti dalam Webinar diskusi merayakan Hari Sumpah Pemuda, Jumat.

Mu'ti menjelaskan saat peristiwa Sumpah Pemuda, pemuda-pemuda dari berbagai daerah bersatu dan berjuang untuk lepas dari penjajahan dan mewujudkan Indonesia merdeka.

Meski berbeda suku, budaya, maupun agama mereka bersatu sehingga kemudian lahir tiga ikrar penting yang menandai proses perjalanan kemerdekaan Indonesia.

Mereka menanggalkan tanpa meninggalkan identitas kesukuan seperti adanya Jong Java, Jong Sumatera, hingga Jong Celebes. Dengan semangat meraih kemerdekaan, mereka sepakat memilih Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Baca juga: Wakil Ketua MPR minta generasi muda gelorakan semangat Sumpah Pemuda
Baca juga: Brigjen Suyudi: Sumpah Pemuda momen bangkitkan semangat kolaborasi


Mu'ti menjelaskan bahwa melintas batas itu berarti pemuda hari ini wajib untuk menjalin interaksi sosial dengan orang yang bukan dari lingkungannya, baik berbeda secara suku, budaya, maupun agama.

Dengan menjalin interaksi sosial, maka seseorang akan lebih memahami satu sama lainnya. Dengan demikian, segala potensi perpecahan yang berasal dari perbedaan pandangan bisa diantisipasi.

Di samping itu, Mu'ti juga mengingatkan kepada para pemuda untuk tidak terjebak pada kedangkalan berpikir di tengah arus informasi dan kemajuan teknologi digital yang begitu pesat.

Kecepatan mengakses informasi, kata dia, kadang membuat orang berpikir reflektif, tidak berpikir mendalam, dan tanpa melihat konteks secara utuh. Kedangkalan berpikir ini sangat rentan berujung pada keretakan sosial, utamanya di ruang-ruang digital.

"Ini menjadi persoalan, di mana masyarakat yang semakin terbuka itu justru cenderung menjadi judgemental. Memvonis orang lain yang berbeda karena kecenderungan yang terkait dengan tidak berpikir mendalam," katanya.

Baca juga: BNPT: Sumpah Pemuda Ke-95 momentum bangun semangat kerja kolaboratif
Baca juga: Kemendikbudristek: Hari Sumpah Pemuda tingkatkan semangat kaum muda


Senada dengan Mu'ti, Kepala Biro ANTARA Beijing Desca Lidya Natalia yang juga menjadi narasumber dalam Webinar tersebut mengatakan bahwa pentingnya melakukan cek dan ricek ketika mendapati sebuah informasi.

Kesalahan mencerna informasi di media sosial, kata dia, nyatanya dapat berimplikasi pada kehidupan nyata. Bahkan ia menilai, informasi hoaks dari media sosial dapat menjadi api yang membakar sekam.

Ia mencontohkan soal kedatangan pengungsi Rohingya ke Indonesia. Dalam narasi yang beredar, UNHCR disebut-sebut lembaga yang mensponsori pengungsi Rohingya ke Indonesia. Para pengungsi juga disebut-sebut akan diberi rumah hingga hingga KTP.

Semua narasi tersebut merupakan kabar bohong atau hoaks yang disebarkan oleh akun-akun tak bertanggung jawab di berbagai platform media sosial. Informasi bohong tersebut kemudian dikonsumsi oleh masyarakat tanpa dilakukan verifikasi dan membuat kegaduhan baik di media sosial maupun realitas nyata.

"Padahal itu sebenarnya adalah setelah ditelusuri bukan akun resmi UNHCR dan itu adalah akun palsu yang mengatasnamakan UNHCR Indonesia. Dan ada akun-akun lain yang menyebarkan kebencian terhadap pengungsi Rohingya," kata dia.

Maka dari itu, ia mengajak masyarakat agar tidak menelan mentah-mentah informasi yang didapat dari medsos.

"Media sosial harus dibandingkan dengan media massa yang sudah punya etika jurnalistik dan sistem klarifikasi tersendiri," kata dia.

Baca juga: Budayawan: Sumpah Pemuda mesti jadi momentum hidupkan Bahasa Indonesia
Baca juga: Menko PMK: Kemajuan Indonesia berada pada anak-anak muda saat ini
Baca juga: Hari Sumpah Pemuda 2024: tema dan logo beserta filosofinya