Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia atau Indonesian National Air Carriers Association (INACA) mengajak semua pihak terkait untuk bersama-sama mengatasi tantangan bisnis penerbangan.

"Industri penerbangan nasional saat ini tidak sedang baik-baik saja karena mendapat banyak tekanan baik dari dalam negeri maupun luar negeri," kata Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja usai Rapat Umum Anggota (RUA) di Jakarta, Kamis.

Menurutnya, biaya-biaya operasional penerbangan di dalam negeri masih tinggi serta adanya pungutan seperti Bea Masuk dan pajak yang turut membebani maskapai dan penumpang.

Kemudian, di luar negeri, situasi geopolitik dunia yang mengalami krisis sehingga mempengaruhi banyak hal terkait penerbangan.

Misalnya harga minyak (avtur) yang tinggi, nilai tukar mata uang yang selalu bergejolak, sulitnya pengadaan pesawat dan suku cadang pesawat, hingga rute penerbangan yang terganggu.

Baca juga: INACA dan IBS Software mitigasi gangguan operasional penerbangan

Baca juga: INACA sambut baik upaya pemerintah turunkan biaya industri penerbangan


"Untuk menghadapi hal tersebut, perlu dilakukan kolaborasi yang lebih baik antar stakeholder penerbangan," ujar Denon.

Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja (kiri) menjawab pertanyaan awak media seusai Rapat Umum Anggota (RUA) di Jakarta, Kamis (17/10/2024). ANTARA/Harianto
Ia menuturkan bukan hanya maskapai dengan maskapai, tapi juga dengan otoritas penerbangan, pengelola bandara, penyuplai avtur, jasa groundhandling, MRO, akademisi, media massa hingga dengan penumpang.

“Bisnis penerbangan seperti sudah jatuh tertimpa tangga. Karena belum selesai 100 persen pemulihan akibat terdampak pandemi COVID-19 dari tahun 2020-2022, dan sekarang terdampak krisis geopolitik global,” tutur Denon.

Menurut Denon, maskapai nasional telah berusaha menambah produksi untuk menambah penghasilan, namun maskapai juga terkendala biaya yang sangat besar. Serta ditambah dengan daya beli masyarakat yang melemah sehingga hasil akhirnya tidak begitu menggembirakan.

“Berbagai problem yang menghantam industri penerbangan menyadarkan kita bahwa jika ingin survive, kita harus melakukan kerja sama, kolaborasi antar semua stakeholder. This is collaboration era, not competition era! Tantangannya terlalu besar untuk kita hadapi sendiri-sendiri,” lanjut Denon.

Kolaborasi bukan hanya dilakukan secara as usual atau kerja sama biasa seperti yang biasa dilakukan di dalam suatu perusahaan, namun kerja sama antar berbagai pemangku kepentingan untuk bersama-sama berbagi pengalaman, memberikan layanan prima pada pelanggan, memperbesar market size dan bersama-sama pula menghasilkan profitabilitas.

"Sebagai asosiasi maskapai penerbangan nasional, INACA selama ini telah melakukan pendekatan kepada berbagai stakeholder dan berupaya menjadi teman diskusi yang serius dalam upaya pengembangan industri penerbangan nasional," ucapnya.

Dia menyebutkan beberapa hal yang telah dilakukan INACA misalnya menginisiasi penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dan Kebijakan Bank Indonesia perihal persetujuan penundaan penerapan kewajiban penggunaan rupiah untuk transaksi jasa sewa angkutan udara (charter flight) dengan menggunakan kuotasi valuta asing dan pembayaran rupiah.

"INACA juga telah membuat kajian dan mengirim surat kepada Menteri Perhubungan terkait permintaan pemberlakuan Bea Masuk 0 persen untuk sparepart pesawat," kata Denon.

Baca juga: INACA berharap adanya relaksasi industri penerbangan

Baca juga: INACA dorong pertumbuhan industri penerbangan berkelanjutan