Pengurangan jumlah bandara internasional akan meningkatkan konektivitas transportasi udara dan pemerataan pembangunan nasional.
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) menilai reduksi atau pengurangan jumlah bandara internasional di Indonesia akan dapat meningkatkan konektivitas transportasi udara nasional.

"Pengurangan jumlah bandara internasional akan meningkatkan konektivitas transportasi udara dan pemerataan pembangunan nasional melalui pola hub and spoke," kata Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja dalam keterangan di Jakarta, Minggu.

Jika sebelumnya dengan banyaknya bandara internasional pola penerbangan adalah point to point, menurut dia, dengan pengurangan bandara internasional pola penerbangan nasional akan kembali kepada pola hub and spoke (penyangga).

Dengan menggunakan pola hub and spoke, kata dia, akan terjadi peningkatan konektivitas transportasi udara dan terjadi pemerataan pembangunan nasional mulai dari kota kecil hingga kota besar.

Dengan pola hub and spoke, lanjut Denon mengatakan bandara di kota kecil akan hidup dan menjadi penyangga (spoke) bagi bandara di kota yang lebih besar (sub hub).

"Dari bandara subhub itu akan menjadi penyangga bandara hub, kemudian menghubungkan penerbangan ke luar negeri sebagai bandara internasional. Dengan demikian, semua bandara dapat hidup, konektivitas penerbangan terbangun dan terjadi pemerataan pembangunan," ujar Denon.

Pada pola hub and spoke, selain terjadi konektivitas transportasi udara dan meningkatkan pemerataan pembangunan, bisnis penerbangan nasional juga akan lebih meningkat dan akan menjadi lebih efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan pelayanan terhadap penumpang.

Hal tersebut, kata Denon, akan berbanding terbalik jika banyak bandara yang bersifat internasional karena akan lebih banyak terjadi penerbangan internasional dari pada penerbangan domestik sehingga konektivitas nasional tidak terbangun.

Penerbangan poin to poin internasional selama ini, menurut dia, juga lebih menguntungkan maskapai luar negeri. Mereka sebenarnya juga menggunakan pola hub and spoke di negaranya dan hanya mengambil penumpang di Indonesia sebagai pasar, tetapi tidak menimbulkan konektivitas nasional.

Selain itu, dengan banyaknya bandara internasional, juga rawan dari sisi pertahanan dan keamanan karena hal itu berarti membuka banyak pintu masuk ke Indonesia. Oleh karena itu, pintu tersebut harus dijaga.

Jika penerbangan internasional di bandara tersebut sangat sedikit, lanjut dia, juga akan menjadi tidak efektif dan efisien karena harus disediakan sarana dan personel bea cukai, imigrasi, dan karantina atau custom, immigration, and quarantine (CIQ), komite FAL, serta hal-hal lain yang menjadi persyaratan bandara internasional.

Denon menilai penataan jumlah bandara internasional oleh Pemerintah juga sudah adil karena bandara yang status penggunaannya domestik pada prinsipnya tetap dapat melayani penerbangan luar negeri untuk kepentingan tertentu secara temporer (sementara).

"Seperti untuk kenegaraan, kegiatan atau acara yang bersifat internasional, embarkasi dan debarkasi haji, menunjang pertumbuhan ekonomi nasional seperti industri pariwisata dan perdagangan, dan penanganan bencana," pungkas Denon.

Baca juga: INACA: Iuran pariwisata beban tambahan bagi maskapai penerbangan
Baca juga: INACA usul tarif batas atas tiket pesawat ditiadakan


Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menerbitkan Keputusan Menteri Nomor 31 Tahun 2024 (KM 31/2004) tentang Penetapan Bandar Udara Internasional pada tanggal 2 April 2024. KM tersebut menetapkan 17 bandar udara di Indonesia yang berstatus sebagai bandara internasional, dari semula 34 bandara internasional.

"Tujuan penetapan ini secara umum adalah untuk dapat mendorong sektor penerbangan nasional yang sempat terpuruk saat pandemi COVID-19. Keputusan ini juga telah dibahas bersama kementerian dan lembaga terkait di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi," kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati di Jakarta, Jumat (26/4).

Meskipun 17 bandara internasional telah ditetapkan, bandara yang status penggunaannya sebagai bandar udara domestik pada prinsipnya tetap dapat melayani penerbangan luar negeri untuk kepentingan tertentu secara temporer (sementara).

Ia mengatakan hal itu setelah mendapatkan penetapan oleh Menteri Perhubungan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 40 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 39 Tahun 2019 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional.

Adita memerinci 17 bandara yang ditetapkan sebagai bandara internasional sebagai berikut:

1. Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Aceh,

2. Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatra Utara,

3. Bandara Minangkabau, Padang Pariaman, Sumatra Barat,

4. Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Riau,

5. Bandara Hang Nadim, Banten, Kepulauan Riau,

6. Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten,

7. Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, DKI Jakarta,

8. Bandara Kertajati, Majalengka, Jawa Barat,

9. Bandara Kulonprogo, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta,

10. Bandara Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur,

11. Bandara I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali,

12. Bandara Zainuddin Abdul Madjid, Lombok Tengah, NTB,

13. Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Balikpapan, Kalimantan Timur,

14. Bandara Sultan Hasanuddin, Maros, Sulawesi Selatan,

15. Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara,

16. Bandara Sentani, Jayapura, Papua, dan

17. Bandara Komodo, Labuan Bajo, NTT.

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024