Jakarta (ANTARA News) - Hakim Konstitusi Anwar Usman mengaku sidang sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) Kabupaten Gunung Mas dilakukan berdasarkan prosedur, meski ketua panel hakim Akil Mochtar didakwa menerima Rp3 miliar untuk mengatur putusan perkara tersebut.

"Saya melihat putusan perkara dilakukan secara prosedural, tidak ada pemaksaan kehendak (oleh Akil), karena memang beda suara antara pemenang dan pemohon jauh," kata Anwar Usman dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis.

Anwar menjadi saksi untuk perkara anggota Komisi II dari fraksi Partai Golkar Chairun Nisa yang didakwa menjadi perantara penerimaan uang untuk mantan ketua Hakim Konstitusi Akil Mochtar dari bupati terpilih Gunung Mas Hambit Bintih serta keponakannya, Cornelis Nalau yang juga bendahara tim sukses Hambit.

Anwar adalah anggota tim panel 1 bersama dengan Maria Farida Indrati yang memutus perkara permohonan gugatan Pilkada kabupaten Gunung Mas yang diajukan dua pasang calon bupati Gunung Mas, yaitu Jaya Samaya Monong-Daldin dan Afridel Jinu-Ude Arnold Pisy.

"Hasil musyawarah anggota panel menjadi putusan di pleno hakim, khusus untuk gunung mas, pleno menyetujui hasil musyarawah tim panel yang disampaikan secara lisan kepada pleno, karena memang kadang putusan bisa berubah di pleno," tambah Anwar.

Anwar mengaku sangat kaget dan terpukul saat KPK menangkap Akil, Chairun Nisa dan Cornelis pada 3 Oktober 2013.

"Hal itu sesuatu yang di luar jangkauan pemikiran saya, walaupun saya baru 4 bulan satu kantor dengan Pak Akil dan bergabung dengan sidang-sidang, beliau selalu prosedural dan tidak mencurigakan, itu faktanya, saya baru tahu setelah saya dimintai keterangan di KPK," jelas Anwar.

Selama empat bulan tersebut, menurut Anwar, setidaknya tim panel 1 sudah menangani sekitar 50 perkara sengketa Pilkada.

"Tidak ada guyon atau pembicaraan informal di luar sidang, tidak ada sama sekali dan tidak pernah terjadi, termasuk dalam perkara Gunung Mas," tambah Anwar.

Dalam perkara ini, Chairun Nisa didakwa pasal mengenai orang yang menerima hadiah atau janji sehingag terancam penjara 4-20 tahun dan denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Hambit Bintih dan Cornelis Nalau didakwa memberikan uang Rp3,075 miliar kepada Akil dan Chairun Nisa untuk didakwa oleh ketentuan hukum mengenai orang yang memberikan sesuatu kepada hakim untuk mempengaruhi putusan perkara sehingga terancam dipenjara 3-15 tahun dan denda Rp150-750 juta.