Jakarta (ANTARA News) - Vespa klasik dikikis isu lingkungan namun para
penggemarnya tetap mempertahankan skuter bermesin dua langkah alias BBM "bensin campur" itu.
“Kami
(Vespa klasik) ini habis lebih disebabkan oleh regulasi, baik regulasi
internasional, isu-isu lingkungan, serta isu-isu global yang menyatakan
sudah tidak zaman lagi motor 2 tak, sudah tidak zaman motor berasap.
Itulah yang mengikis kami,” ujar pemerhati Vespa klasik, Bambang
Subiyantoyo di Jakarta.
Bagi Bambang, isu lingkungan menjadi "hambatan" utama eksistensi Vespa klasik.
Dia
mengatakan Vespa klasik masih eksis dan komunitas-komunitas para
pecintanya semakin berkembang pesat di setiap kota di Indonesia.
Para skuteris saat ini juga terus mengikuti perkembangan isu-isu
internasional soal larangan kendaraan yang diproduksi pada tahun 1990 ke
bawah beredar di jalanan.
“Di Paris, tahun 2014 mendatang akan
diterapkan aturan soal pelarangan beredar di jalan bagi kendaraan tahun
1990 ke bawah. Bagi para skuteris hal ini akan menjadi suatu
keniscayaan, hal tersebut suatu saat akan terjadi juga di Idonesia,”
jelas Bambang.
Eksistensi Vespa klasik di Indonesia sendiri tak lepas dari peran para penggemarnya yang mencintai Vespa "vintage".
Bagi penggila Vespa klasik, motor asal Italia ini ibarat cinta kedua.
“Bagi
saya, menentukan Vespa sebagai motor pilihan untuk berkendara seperti
memilih calon isteri. Cuma bedanya yang satu ada interaksi dua arah dan
satunya lagi hanya satu arah,” kata Bambang.
Ia memiliki sejumlah Vespa klasik yang setidaknya cukup untuk gonta-ganti setiap hari.
Salah satu jenis Vespa yang dimiliki adalah Vespa 150 tahun 1957, Vespa 125 tahun 1961 dan Vespa "Congo".
Dalam lingkup skuteris juga terdapat ragam aliran Vespa, seperti aliran
race atau balap, aliran chopper, aliran rat bike dan juga aliran retro.
Bambang
mengungkapkan aliran retro saat ini merupakan aliran yang paling
diminati, karena mencerminkan Vespa dengan wujud orisinal, mulai dari
bentuk, hingga sparepart dan aksesorisnya.
Dia menegaskan aliran-aliran tersebut hanya soal selera. Setiap penggemar Vespa klasik boleh menentukan seleranya masing-masing.
Dika Maut misalnya, pemuda asal Surabaya yang kini berdomisili di Jakarta ini mengikuti aliran retro.
“Saya lebih ke retro, karena lebih lifestyle bisa dipakai di segala aktivitas,” kata Dika.
Untuk
mendukung kegiatannya sehari-hari, ia memodifikasi Vespa 150 tahun 1965
miliknya dengan mengubah kapasitas mesinnya yang semula 100cc menjadi
136cc.
"Supaya jalannya lebih kenceng dan bisa dipakai dalam aktivitas sehari-hari," lanjutnya.
Dika mulai tertarik pada Vespa klasik ketika masih SMA tahun 1997.
Kala itu ia ingin memiliki motor, namun harga motor baru tak terjangkau tak sesuai dengan kantongnya.
Dika teringat pernah belajar motor waktu SD kelas 6 menggunakan Vespa PX tahun 1981.
“Ya udah, cari Vespa ajalah, mungkin lebih murah daripada motor baru,” kenangnya.
Sejak
menggunakan Vespa sebagai moda transportasinya, ia membuktikan meskipun
Vespa miliknya buatan tahun 1965 masih kokoh dan lincah.
Ia menambahkan dengan jadwal service tiga bulan sekali, motornya tetap nyaman dipakai.
Vespa klasik bertahan di tengah isu lingkungan
28 Oktober 2013 07:46 WIB
komunitas Vespa
Pewarta: Yakob Arfin T Sasongko
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013
Tags: