Jakarta (ANTARA) - Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong menyatakan rupiah melemah karena masih tertekan oleh data penjualan ritel kemarin, Selasa (13/6), yang mengecewakan.

"Penjualan ritel hanya naik 1.5 persen, lebih rendah dari perkiraan 5 persen. Menggarisbawahi permintaan domestik yang masih lemah," katanya menjawab Antara, di Jakarta, Rabu

Selain itu, rupiah juga tertekan kenaikan imbal hasil obligasi AS setelah data menunjukkan inflasi inti AS masih bertahan di atas 5 persen.

Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi melemah 0,08 persen atau 12 poin menjadi Rp14.875 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.863 per dolar AS.

Kendati inflasi utama sudah mencapai level terendah dalam dua tahun, investor masih cenderung wait and see menjelang pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) malam ini.

"Naiknya imbal obligasi AS mencerminkan ekspektasi suku bunga dari the Fed. Namun ini seharusnya hanya sementara menjelang pertemuan fomc malam ini," kata Lukman

Hari ini, pasar mata uang memang cenderung mix, terutama mata uang Asia.

"Mata uang utama dunia masih menguat terhadap dolar AS, namun mata uang Asia bergerak mix. Rupiah, ringgit, dan peso melemah, sedangkan Singapore Dollar (SGD) dan baht Thailand menguat," ucapnya.

Baca juga: Dolar jatuh di awal sesi Asia terseret meningkatnya taruhan jeda Fed
Baca juga: Yuan merosot 68 basis poin menjadi 7,1566 terhadap dolar AS
Baca juga: Wall Street ditutup lebih tinggi di tengah meredanya inflasi AS