Jakarta (ANTARA) - Organisasi profesi jurnalis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendorong mekanisme yang baik dan tepat dalam penanganan serangan terhadap jurnalis dan media saat memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia.

"Saya pikir ini perlu didorong ke pemerintah supaya ada mekanisme yang baik terkait penanganan serangan digital," kata Ketua AJI Sasmito Madrim dalam acara di @america di Jakarta, Rabu, untuk memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia yang jatuh pada 3 Mei.

AJI dalam laporannya menemukan 62 kasus serangan terhadap jurnalis dan media pada 2022, dengan korbannya meliputi 97 jurnalis dan pekerja media serta 14 organisasi media.

Jumlah kasus tersebut meningkat dibandingkan dengan 43 kasus yang tercatat pada 2021.

Baca juga: Kebebasan pers dan tantangan di era digital

Sementara pada Januari 2023 hingga 30 April 2023 mereka mencatat terdapat 33 kasus, meningkat dibandingkan 15 kasus pada periode yang sama pada 2022.

Jenis serangan yang muncul meliputi 15 kasus serangan digital, 20 kasus kekerasan fisik dan perusakan alat kerja, 10 kasus kekerasan verbal, 3 kasus kekerasan berbasis gender, 5 kasus penangkapan dan pelaporan pidana serta 8 kasus penyensoran.

Dari total 61 kasus tersebut, dominasi serangan berupa kekerasan fisik. Kondisi tersebut, menurut dia, dapat meningkat jika serangan digital juga tidak diantisipasi dan dituntaskan.

Untuk itu, Sasmito menilai perlu ada mekanisme yang baik untuk benar-benar menuntaskan kasus penyerangan terhadap jurnalis dan media, baik penyerangan secara fisik maupun serangan-serangan lainnya.

Meski demikian, ia tidak merinci mekanisme yang ia harapkan dapat menuntaskan permasalahan tersebut.

Baca juga: Tiga jurnalis perempuan Iran terima penghargaan Kebebasan Pers Dunia

Baca juga: Menlu AS Blinken ingatkan ancaman pada kebebasan pers di Amerika Latin