Jakarta (ANTARA) - Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menerbitkan laporan yang menyoroti risiko yang dihadapi wartawan dalam melaporkan krisis lingkungan global.

Menurut keterangan tertulis Pusat Informasi PBB (UNIC) di Jakarta, Jumat, laporan yang diterbitkan bertepatan dengan Hari Kebebasan Pers Sedunia itu mengungkapkan bahwa lebih dari 70 persen jurnalis telah mengalami serangan, ancaman, atau tekanan dalam meliput topik tersebut.

Data UNESCO itu juga menggarisbawahi pentingnya peran jurnalistik dalam menginformasikan publik mengenai dampak nyata dari krisis lingkungan, termasuk perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati dan polusi.

Menurut UNESCO, sebanyak 44 jurnalis yang melaporkan isu lingkungan hidup telah dibunuh dalam 15 tahun terakhir, dan hanya lima kasus yang berujung pada hukuman, serta setidaknya 24 jurnalis selamat dari percobaan pembunuhan.

Survei yang dilakukan oleh UNESCO dan Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) yang menerima tanggapan lebih dari 900 jurnalis, 41 persen di antaranya perempuan, dari 129 negara.

Pembagian kawasan tersebut adalah Afrika 43 persen, Asia-Pasifik 19 persen, Amerika Latin-Karibia 16 persen, Eropa-Amerika Utara 14 persen, negara-negara Arab 8 persen.

Dari survei tersebut, UNESCO menemukan bahwa lebih dari 70 persen jurnalis yang mengikuti survei melaporkan mengalami serangan, ancaman atau tekanan saat meliput isu lingkungan.

Disebutkan pula bahwa 60 persen jurnalis terindikasi menjadi korban pelecehan secara daring, 41 persen mengalami serangan fisik, seperempatnya mengatakan bahwa mereka dituntut secara hukum, dan 75 persen mengatakan hal-hal tersebut berdampak pada kesehatan mental mereka.

Hampir separuh jurnalis melaporkan telah melakukan praktik sensor mandiri, dan mengatakan bahwa hal tersebut didorong oleh ketakutan akan potensi serangan, narasumber terkena bahaya, dan/atau kesadaran bahwa liputan isu lingkungan hidup mungkin bertentangan dengan kepentingan pemberi kerja atau pemasang iklan.

UNESCO juga melaporkan bahwa lebih dari 80 persen jurnalis perempuan yang melaporkan menjadi korban serangan saat meliput isu lingkungan menerima ancaman psikologis atau tekanan.

Dari seluruh jurnalis yang melaporkan menjadi korban setidaknya satu serangan, jurnalis perempuan mengatakan bahwa mereka lebih sering mengalami serangan digital dibandingkan laki-laki, yang berjumlah 62 persen.

Baca juga: PWI Aceh desak polisi gunakan UU Pers pada ancaman pembunuhan wartawan
Baca juga: Menlu AS Blinken ingatkan ancaman pada kebebasan pers di Amerika Latin
Baca juga: AJI: Ancaman terhadap jurnalis berkembang jadi serangan digital

 

Pewarta: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024