Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan strategi vaksinasi COVID-19 dosis penguat atau booster kedua perlu dipertajam pada kelompok masyarakat berisiko.
"Dari data Kementerian Kesehatan yang masuk aplikasi PeduliLindungi itu, harusnya vaksinasi booster punya strategi kampanye yang fokus pada kelompok berisiko, yakni lanjut usia (lansia)," kata Pandu Riono yang dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Pernyataan Pandu merespons jumlah kepesertaan vaksinasi COVID-19 di Indonesia yang kian melandai seiring laju kasus di Tanah Air menurun drastis dalam beberapa bulan terakhir.
Pandu yang tergabung dalam Tim Serologi Survei Antibodi Nasional itu mengemukakan keputusan pemerintah memperluas cakupan kepesertaan vaksinasi booster kedua yang bergulir mulai Selasa (24/1) belum didukung dengan data kuat epidemiologi.
Baca juga: Jakarta Timur siapkan 6.400 dosis vaksin Pfizer untuk "booster" kedua
Baca juga: Kemenkes sebar 40 juta undangan vaksinasi booster kedua
Berdasarkan laporan epidemiologi, minat masyarakat terhadap program vaksinasi bersifat linear dengan lonjakan kasus secara nasional, atau muncul varian baru yang bersifat lebih menular dan berisiko memicu peningkatan kasus.
"Sementara dalam beberapa bulan lalu, kasus COVID-19 menurun, jadi masyarakat juga merasa belum butuh vaksinasi. Waktu terjadi penurunan kasus, orang yang mau divaksinasi menurun, seperti linear mengikuti laju kasus," katanya.
Pandu juga mengkritisi peran edukasi terhadap manfaat vaksin COVID-19 yang dapat menekan risiko gejala berat maupun kematian yang kian melemah.
"Edukasi itu agak melemah ketika Indonesia memulai vaksinasi booster. Booster pertama saat ini baru 30 persen, padahal booster kedua ditargetkan sampai 70 persen," katanya.
Sementara itu, program vaksinasi booster kedua bagi masyarakat umum di Puskesmas Bantargebang Kota Bekasi, Jawa Barat, nampak sepi peminat pada hari kedua pelaksanaan.
"Kemarin yang vaksin booster kedua cuma empat orang. Banyak yang ditolak juga karena interval dari vaksinasi lengkap sudah kejauhan, ada yang hampir setahun," kata petugas Puskesmas setempat.
Bangku antrean berkapasitas sekitar 15 orang, tampak kosong. Hanya satu orang vaksinator dan seorang petugas pendaftaran yang berada di lokasi sejak pagi hingga siang hari.
Salah satu pengunjung puskesmas, Zubaedah (34), mengaku enggan divaksinasi karena merasa trauma dengan efek samping vaksin COVID-19 yang dialami.
"Saya masih takut pusing-pusing lagi seperti yang dulu, belum mualnya. Saya sampai hari ini baru dapat dua dosis," katanya.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril mengatakan tiket vaksinasi diutamakan untuk mereka yang sudah lebih dari 6 bulan mendapatkan vaksinasi booster pertama.
Sementara secara bertahap, seluruh sasaran dengan usia di atas 18 tahun akan mendapatkan tiket booster kedua.
Ia menjelaskan, pemberian booster kedua dilakukan sebagai upaya percepatan vaksinasi untuk meningkatkan titer antibodi dan memperpanjang perlindungan.
Hal ini sesuai dengan Imendagri Nomor 53 Tahun 2022 Tentang Pencegahan dan pengendalian COVID-19 pada masa transisi Menuju Endemi.
Mengingat pentingnya pemberian vaksinasi booster, Syahril mengimbau kepada seluruh pemerintah daerah segera melakukan berbagai upaya untuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi booster kedua di wilayah setempat.
“Dengan demikian, target minimal 70 persen masyarakat sudah mendapat dosis primer lengkap dan minimal 50 persen masyarakat sudah mendapat vaksinasi dosis booster dapat segera tercapai,” ujarnya.*
Baca juga: Puskesmas Pademangan buka layanan "booster" kedua hingga malam hari
Baca juga: Dinkes DIY pastikan kesiapan layani "booster" kedua pekan depan
Epidemiolog: Pertajam strategi vaksinasi pada kelompok berisiko
25 Januari 2023 16:55 WIB
Epidemiolog FKM UI Pandu Riono. (ANTARA/Martha).
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023
Tags: