Jakarta (ANTARA) - Ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Muhammad Arif Setiawan mengatakan bahwa uji kebohongan (lie detector) atau poligraf merupakan instrumen untuk membantu penyidik dan bukan merupakan salah satu alat bukti.

“Ahli memahami kalau lie detector itu adalah satu instrumen untuk keperluan penyidikan,” kata Arif dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin.

Arif menjelaskan bahwa melalui uji kebohongan, penyidik bisa lebih memahami perkara yang sedang dihadapi berkaitan dengan pemeriksaan para saksi dan juga tersangka.

Selain itu, penyidik juga bisa menilai apakah keterangan yang diberikan para saksi memiliki konsistensi tertentu yang disebut kebohongan atau tidak.

Oleh karena itu, bagi Arif, uji kebohongan hanya berfungsi sebagai instrumen dalam pemeriksaan.

“Nah, itu kan hanya instrumen di dalam pemeriksaan. Ahli memahami itu bukan salah satu alat bukti,” kata Arif.

Akan tetapi, ujar Arif, apabila hasil dari uji kebohongan itu diperoleh dari prosedur yang benar, maka masih memungkinkan untuk dimanfaatkan oleh para penyidik.

Pemanfaatan tersebut berupa dilakukan penilaian oleh ahli yang memiliki kompetensi untuk membaca hasil dari uji kebohongan dan kemudian menerjemahkan hasil dari uji kebohongan tersebut.

“Dengan demikian, yang dipakai sebagai alat bukti bukan hasil dari laporan lie detector-nya, tetapi adalah pembacaan dari itu,” kata Arif.

Terkait dengan pelanggaran prosedural yang terjadi ketika uji kebohongan berlangsung, Arif berpendapat bahwa tindakan tersebut akan menghasilkan sesuatu yang tidak sah.

“Sebelumnya harus dipastikan terlebih dahulu yang diperiksa sehat, maka itu harus dilewati dulu dan seterusnya. Dengan demikian, maka ketika proses dilakukan tanpa prosedur, berarti itu adalah sesuatu yang tidak sah,” ucapnya.

Pernyataan tersebut ia sampaikan selaku saksi ahli yang dihadirkan oleh pihak penasihat hukum Kuat Ma’ruf. Kuat Ma’ruf merupakan terdakwa dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, ahli poligraf atau uji kebohongan dari Polri Aji Febrianto Ar-Rosyid mengungkapkan bahwa terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Kuat Ma’ruf, terindikasi berbohong ketika mengatakan tidak melihat Ferdy Sambo menembak Brigadir J.

“Untuk indikasi kedua, untuk Saudara Kuat yang dilakukan pemeriksaan pada tanggal 9 September adalah 'Apakah kamu melihat Pak Sambo menembak Yosua?' Jawabannya Saudara Kuat, tidak. Hasilnya bohong,” kata Aji ketika menyampaikan kesaksian sebagai saksi ahli dalam persidangan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (14/12).