Wamenkeu: RI berpeluang hasilkan 60 persen pembangkit energi baru 2060
8 Desember 2022 10:05 WIB
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dalam acara "11th AIFED Post Pandemic Policy day 1" yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa (6/12/2022). ANTARA/Agatha Olivia Victoria.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan Indonesia berpeluang besar dalam mendorong ekonomi hijau hingga diprediksi menghasilkan lebih dari 60 persen pembangkit energi baru terbarukan pada 2060.
“Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk mendorong ekonomi hijau seperti energi baru terbarukan yang diproyeksi menghasilkan lebih dari 60 persen pembangkit energi pada 2060,” katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis.
Hal itu disampaikan Suahasil dalam diskusi kebijakan fiskal pascapandemi The 11th Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) di Nusa Dua, Bali.
Suahasil menjelaskan Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia sehingga mempunyai peluang besar dalam meningkatkan nilai tambah sumber daya alam (SDA) nikel menjadi baterai.
Oleh sebab itu, ia menggarisbawahi pentingnya mempersiapkan kebijakan yang fleksibel dengan memperkuat ketersediaan data, akuntabilitas serta disiplin fiskal terutama untuk menghadapi tantangan krisis di masa depan.
Beberapa reformasi struktural terus dilakukan pemerintah seperti melalui implementasi UU Cipta Kerja, reformasi perpajakan, reformasi kebijakan transfer ke daerah dan reformasi sektor keuangan.
Baca juga: Wamenkeu yakin IKN baru jadi katalis perbaikan ketimpangan wilayah RI
Upaya itu selaras dengan arahan Kepala Ekonom Bank Dunia Habib Rab yang menegaskan bahwa reformasi fiskal perlu terus diperkuat untuk mempertajam prioritas dalam mendukung pengembangan ekonomi hijau.
Reformasi fiskal untuk mendukung ekonomi hijau didorong dengan kebijakan sektoral termasuk dari sisi regulasi dan tata kelola serta kebijakan pendukung lainnya untuk mencapai pertumbuhan rendah karbon.
Selain itu, reformasi sektor keuangan, investasi dan perdagangan juga dapat berkontribusi positif dalam upaya transformasi ekonomi hijau.
Penguatan kerangka strategi mitigasi perubahan iklim turut dapat diupayakan melalui pendekatan tiga pilar yaitu perbaikan harga, penguatan dukungan ekonomi hijau dan transisi berkeadilan.
Hingga saat ini, sudah ada lebih dari 130 negara sudah berkomitmen untuk mengurangi emisi melalui Net Zero Emission (NZE) dan Carbon Neutrality termasuk negara berkembang seperti Indonesia.
Baca juga: Wamenkeu: RI harus tetap lanjutkan hilirisasi nikel meski kalah di WTO
Baca juga: Wamenkeu: Penggunaan produk dalam negeri jadi sumber pertumbuhan baru
“Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk mendorong ekonomi hijau seperti energi baru terbarukan yang diproyeksi menghasilkan lebih dari 60 persen pembangkit energi pada 2060,” katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis.
Hal itu disampaikan Suahasil dalam diskusi kebijakan fiskal pascapandemi The 11th Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) di Nusa Dua, Bali.
Suahasil menjelaskan Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia sehingga mempunyai peluang besar dalam meningkatkan nilai tambah sumber daya alam (SDA) nikel menjadi baterai.
Oleh sebab itu, ia menggarisbawahi pentingnya mempersiapkan kebijakan yang fleksibel dengan memperkuat ketersediaan data, akuntabilitas serta disiplin fiskal terutama untuk menghadapi tantangan krisis di masa depan.
Beberapa reformasi struktural terus dilakukan pemerintah seperti melalui implementasi UU Cipta Kerja, reformasi perpajakan, reformasi kebijakan transfer ke daerah dan reformasi sektor keuangan.
Baca juga: Wamenkeu yakin IKN baru jadi katalis perbaikan ketimpangan wilayah RI
Upaya itu selaras dengan arahan Kepala Ekonom Bank Dunia Habib Rab yang menegaskan bahwa reformasi fiskal perlu terus diperkuat untuk mempertajam prioritas dalam mendukung pengembangan ekonomi hijau.
Reformasi fiskal untuk mendukung ekonomi hijau didorong dengan kebijakan sektoral termasuk dari sisi regulasi dan tata kelola serta kebijakan pendukung lainnya untuk mencapai pertumbuhan rendah karbon.
Selain itu, reformasi sektor keuangan, investasi dan perdagangan juga dapat berkontribusi positif dalam upaya transformasi ekonomi hijau.
Penguatan kerangka strategi mitigasi perubahan iklim turut dapat diupayakan melalui pendekatan tiga pilar yaitu perbaikan harga, penguatan dukungan ekonomi hijau dan transisi berkeadilan.
Hingga saat ini, sudah ada lebih dari 130 negara sudah berkomitmen untuk mengurangi emisi melalui Net Zero Emission (NZE) dan Carbon Neutrality termasuk negara berkembang seperti Indonesia.
Baca juga: Wamenkeu: RI harus tetap lanjutkan hilirisasi nikel meski kalah di WTO
Baca juga: Wamenkeu: Penggunaan produk dalam negeri jadi sumber pertumbuhan baru
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022
Tags: