Melbourne (ANTARA) - Harga minyak naik di awal perdagangan Asia pada Jumat pagi, karena kekhawatiran resesi AS mereda, tetapi berada di jalur untuk penurunan mingguan lebih dari 4,0 persen setelah lonjakan kasus COVID-19 di importir minyak utama China meningkatkan kekhawatiran permintaan bahan bakar yang lebih lemah.

Harga minyak mentah berjangka Brent terangkat 23 sen atau 0,3 persen, menjadi diperdagangkan di 93,80 dolar AS per barel pada pukul 01.01 GMT, memperpanjang kenaikan 1,1 persen di sesi sebelumnya.

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS menguat 28 sen atau 0,3 persen, menjadi diperdagangkan pada 86,75 dolar AS per barel, setelah naik 0,8 persen di sesi sebelumnya.

Sejauh minggu ini, harga minyak WTI telah jatuh lebih dari 6,0 persen, sementara Brent telah turun hampir 5,0 persen.

Baca juga: Harga minyak naik, ditopang dolar AS jatuh & data inflasi lebih rendah

Harga minyak naik pada Jumat pagi, karena dolar AS jatuh setelah data pada Kamis (10/11/2022) menunjukkan inflasi lebih lemah dari yang diperkirakan, mengekang ekspektasi kenaikan suku bunga dan meningkatkan harapan soft landing untuk ekonomi terbesar di dunia, kata para analis.

Dolar AS yang lebih lemah mendorong permintaan minyak karena membuat komoditas lebih murah bagi pembeli yang memegang mata uang lain.

Namun analis mengatakan kenaikan harga dibatasi oleh China yang terus menimbulkan risiko di sisi permintaan, dengan kasus COVID-19 meningkat di pusat manufaktur Guangzhou, dimana pihak berwenang pada Kamis (10/11/2022) mendesak penduduk untuk bekerja dari rumah.

"Karena para pedagang sangat sensitif terhadap penguncian di importir minyak terbesar di dunia, ini untuk sementara dapat menahan ambisi pasar minyak. Tetapi tidak diragukan lagi, kami berada di tempat yang jauh lebih baik daripada kemarin," kata Managing Partner di SPI Asset Management, Stephen Innes.

Baca juga: IEA: Harga minyak 100 dolar AS "risiko nyata" bagi ekonomi global

Selain perintah kerja dari rumah yang mengurangi mobilitas dan permintaan bahan bakar, perjalanan melintasi China tetap lesu, karena orang-orang khawatir terjebak dalam karantina, kata analis ANZ Research dalam sebuah catatan.

Harapan bahwa China akan melonggarkan kebijakan nol COVID-nya memompa pasar minyak minggu lalu, tetapi komentar dari pejabat kesehatan minggu ini memperjelas bahwa mereka akan terus secara ketat mengekang wabah apa pun.

"Dengan penguncian dan pembatasan baru yang masih diterapkan dan kebijakan yang menerima dukungan dari Presiden Xi Jinping di Kongres Partai pada akhir Oktober, sulit untuk melihat pihak berwenang menyimpang dari kebijakan dalam jangka pendek," kata analis komoditas Commonwealth Bank, Vivek Dhar dalam sebuah catatan.

Baca juga: Harga minyak di Asia turun, tertekan naiknya kekhawatiran COVID China