Jakarta (ANTARA) - Anggota Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Suaeb Mahbub bersama tokoh masyarakat Kampung Nelayan Marunda
menggemakan kolaborasi untuk mengatasi permasalahan pesisir Jakarta Utara.

Suaeb saat mengunjungi lingkungan RT 08/RW 07 Kelurahan Marunda, Cilincing, Sabtu, juga
menyediakan kapal tradisional untuk mengitari perairan Marunda di pesisir Banjir Kanal Timur (BKT), Jakarta Utara, yang berbatasan dengan Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

"Kami membuat suatu judul atau tema berkaitan dengan lingkungan laut yang menangkap adegan-adegan yang memuat pesan moral," kata Suaeb.​​​​​​​

Aksi bertajuk "Festival Kampung Nelayan Marunda (Festival Kanada)" itu​​​​​​​ bertujuan untuk mengangkat potensi wilayah perbatasan Jakarta Utara sekaligus mengangkat 10 permasalahan masyarakat nelayan akibat kerusakan lingkungan.​​​​​​​

Baca juga: Proyek terpadu pesisir Jakarta perlu dilanjutkan dukung ekonomi warga

Sepuluh permasalahan itu, yakni akses air bersih, bahan bakar untuk nelayan, dermaga yang layak untuk nelayan, listrik yang stabil dan akses kepemilikan tanah. Selanjutnya akses lingkungan bersih, permodalan, pasar yang berkeadilan, pendidikan dan kesehatan yang layak.

Menurut Suaeb, 10 permasalahan nelayan itu sebetulnya mengarah ke tema kerusakan lingkungan yang terjadi di hulu dan bermuara ke hilir, yakni pesisir BKT di Jakarta Utara.

Suaeb berharap dengan aksi nyata nelayan melalui "Festival Kanada" yang memunculkan berbagai potensi kawasan pesisir, maka muncul kebijakan pemerintah yang berdaya guna dan menyelesaikan 10 pokok permasalahan tersebut.

DKJ, kata Suaeb, ingin pesan-pesan moral pengemasan aksi lingkungan melalui "Festival Kanada" ini sampai kepada regulator, yaitu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

​​​​​​​Melimpahnya air di pesisir Jakarta Utara, kata dia, menimbulkan tanda tanya karena ada kesulitan akses air bersih di permukiman nelayan.​​​​​​​

Baca juga: DKI genjot penanaman mangrove untuk kendalikan rob di pesisir Jakarta
​​​​​​​
Suaeb mengingatkan bahwa di negara-negara maju, sistem penyulingan air laut sudah ada melalui "Sea Water Reverse Osmosis" (SWRO).

"Air asin bisa dijadikan air tawar melalui proses teknologi tepat guna. Di berbagai negara sudah terjadi itu," kata Suaeb.

Faktanya, di Marunda Kepu atau Kampung Nelayan Marunda ini akses air tawar disuplai dari mobil-mobil tangki oleh pemerintah akibat perpipaan yang tidak mengeluarkan air selama enam bulan terakhir.

"Tentu ada (pikiran) bagaimana solusi teknologi mengentaskan krisis air bersih sekarang di sini, bahkan enam bulan kan di pesisir sini," kata Suaeb.

Baca juga: Jakarta Maritim Fest hadir di pesisir Jakarta dan Kepulauan Seribu
Anggota Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta Suaeb Mahbub saat deklarasi aksi pada "Festival Kampung Nelayan Marunda (Festival Kanada)", Jakarta Utara, Sabtu (8/10/2022). ANTARA/Abdu Faisal
Di samping krisis air bersih, menurut Suaeb, kehidupan nelayan saat ini sedang bereinkarnasi karena lautnya sedang terganggu berbagai faktor.

Mulai dari cuaca buruk dan pencemaran laut oleh endapan sampah yang mengakibatkan ekosistem biota laut bergeser jauh dari area permukiman nelayan.

"Terjadilah krisis pangan, penghasilan berkurang karena ladang ikan (fishing ground) kian menjauh. Ketika ada pergeseran 'fishing ground', bergeser pula modal-modal dan bekal dari nelayan," kata Suaeb.

Solusi kebijakan pemerintah berdasarkan riset dan bersifat talangan modal, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Tapi KUR berpotensi menimbulkan masalah baru bagi nelayan ketika pelunasan.

Artinya, menurut Suaeb, mesti ada kebijakan yang lebih bijak lagi dengan menyelesaikan permasalahan tersebut tak hanya berdasarkan riset ekonomi, tapi juga budaya masyarakat yang mengalami permasalahan.

Baca juga: Pemprov DKI maksimalkan potensi ekonomi kawasan pesisir dan kepulauan

Menurut Suaeb, bantuan stimulus dari pemerintah tetap diperlukan. Tapi bantuan stimulus harus yang berkaitan dengan profesi.

"Stimulus itu perlu tapi bentuknya pelatihan-pelatihan yang berdasarkan analisis kelayakan usaha," katanya.

Misalnya, melalui edukasi budidaya ikan menggunakan teknologi tepat guna dan efisien. Selain itu teknologi penyulingan air payau menjadi tawar yang tepat dan efisien sehingga terjadi diversifikasi pola perilaku profesi nelayan dan masyarakat yang mendiami kawasan pesisir.

"Jangan sampai nelayan itu beralih profesi menjadi pemulung atau buruh serabutan, sementara potensi dan kapasitas (masyarakat pesisir) ada di situ (nelayan)," katanya.

Pada kesempatan itu, Suaeb Mahbub bersama tokoh masyarakat Kampung Nelayan Marunda, Tiarom dan Alief memamerkan produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) berupa teh, sirup serta keripik berbahan baku bunga telang.