Jakarta (ANTARA) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menjelaskan alasan mengundang organisasi kelompok nasionalis Hindu sayap kanan India Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS) untuk menghadiri Forum Agama G20 (R20).
"RSS sudah mengonfirmasi akan hadir pada perhelatan R20 yang akan diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, pada 2-3 November 2022," kata Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga Juru Bicara R20, Muhammad Najib Azca, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Najib juga menjelaskan bahwa undangan untuk kelompok ini setidaknya dilatarbelakangi karena tiga alasan utama. Pertama, R20 merupakan agenda yang menempel pada forum G20.

Karena itu, peserta yang diundang sebagian besar mewakili negara-negara yang termasuk dalam Forum G20. India pun merupakan salah satu peserta G20.

"R20 ini event yang menempel ke G20. Karena R20 adalah engagement group dari G20, maka undangan di R20 mengikuti struktur keanggotaan G20. Representasi tokoh-tokoh agama anggota G20 akan diundang. Kita mengikuti pola dan pakem G20," tutur dia.

Meskipun demikian, lanjut dia ada pula peserta R20 yang bukan representasi dari anggota G20. Najib mencontohkan kehadiran tokoh agama dari Vatikan yang bukan merupakan anggota G20, begitu pula tokoh agama dari Uni Emirat Arab, walaupun bukan anggota G20, tokoh dari kedua negara itu sangat penting.

Baca juga: NU-India berdiskusi untuk atasi ancaman terhadap minoritas di India

Baca juga: PBNU: Pancasila-Bhinneka Tunggal Ika dipresentasikan dalam forum R20
Kedua, perwakilan RSS diundang karena organisasi itulah yang direkomendasikan oleh Pemerintah India. Sebab, RSS merupakan akar kekuatan dari Partai Bharatiya Janata (BJP) yang saat ini berkuasa di negara itu.

"Kita berkoordinasi dan mengundang tokoh yang direkomendasikan dari pemerintah India dalam R20. Rekomendasi untuk R20 salah satunya (tokoh) dari RSS," ujar Najib.

Apalagi, Presidensi G20 di 2023 akan dipegang India. Karenanya, NU sebagai penyelenggara berkoordinasi dengan Pemerintah India dan mendapatkan rekomendasi dari mereka. "Untuk India, kami mengikuti rekomendasi, yaitu dari RSS," ucapnya.

Pada intinya, tokoh yang dipilih tidak memusuhi pemerintah. Hal tersebut tidak lain guna menjaga hubungan baik antarnegara, yakni hubungan Indonesia sebagai tuan rumah dengan negara lainnya.

Ketiga, kata dia jika memang RSS dianggap bermasalah karena rekam jejaknya terutama dalam memperlakukan minoritas, maka R20 merupakan forum yang tepat untuk membicarakan itu.

"Selama ini, jika tidak senang dan tidak setuju, hanya koar-koar dari jauh. Forum ini memang mengundang tokoh-tokoh agama untuk membicarakan isu sensitif itu," imbuhnya mnejelaskan

Luka-luka sejarah yang terjadi di masa lalu dibicarakan secara jujur guna membangun rekonsiliasi. R20 memang digelar salah satunya untuk membicarakan hal itu.

"Kami ingin agama menjadi bagian dari solusi dalam peradaban. Selama ini, agama justru jadi masalah seperti di India. Kalau mau mencari solusi, diajak bicara pemimpinnya," ucapnya.

Karena itu, agenda pembahasan dalam forum R20 ditujukan untuk mencari solusi bersama, yakni kepedihan sejarah, pengungkapan kebenaran, rekonsiliasi, dan pengampunan.

Baca juga: Presiden Jokowi diundang PBNU hadiri dan buka forum R20
Kemudian, mengidentifikasi dan merangkul nilai-nilai mulia yang bersumber dari agama dan peradaban besar dunia, rekontekstualisasi ajaran agama yang usang dan bermasalah, mengidentifikasi nilai-nilai yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan menjamin koeksistensi damai, serta ekologi spiritual.

"Setelah membicarakan luka masa lalu, apa yang akan disumbangkan agama, termasuk dari India, dari RSS, apa sumbangannya, kami membangun bersama, apa yang ingin dibangun, apa kontribusi-nya, apakah merawat luka masa lalu itu akan diteruskan?" kata Najib.

Sementara itu, Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf menyampaikan pihaknya memang tengah membangun dialog dengan Pemerintah India dan RSS. Dialog itu dibangun guna mendorong proses keterlibatan yang konstruktif dalam mengatasi ancaman terhadap umat Islam dan kaum minoritas di negara tersebut.

"Nahdlatul Ulama menyadari adanya berbagai pelanggaran dan ancaman terhadap umat Muslim, Kristen, dan populasi minoritas lain di India. Diskusi NU yang sedang berlangsung dengan Pemerintah India dan RSS dimaksudkan mengatasi berbagai pelanggaran dan ancaman tersebut melalui proses keterlibatan konstruktif," ujarnya.