Polda Sulsel meringkus buronan mafia tanah di Jakarta
5 Agustus 2022 20:27 WIB
Pelaku penipuan dan pemalsuan dokumen tanah Richard Andry Harrison (dua kiri) bersiap dibawa tim kepolisian saat ditangkap di Jalan Cempaka Putih Timur VIII, Jakarta. ANTARA/HO/Dokumentasi Resmob Polda Sulsel.
Makassar (ANTARA) - Tim Resmob Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) meringkus buronan mafia tanah bernama Richard Andry Harrison (39), diduga memalsukan dokumen tanah dengan menunjuk lahan aset negara di kawasan Jalan Sultan Hasanuddin Makassar miliknya lalu dijual ke korban H Sukardi.
"Pelaku ditangkap di salah satu homestay Jalan Cempaka Putih Timur VIII Jakarta Pusat, setelah mendapatkan informasi keberadaannya," kata Kepala Satuan Resmob Ditreskrimum Polda Sulsel Komisaris Polisi Dharma Negara, di Makassar, Jumat.
Perkara ini bermula saat korban H Sukardi ditawari membeli tanah oleh pelaku pada 27 Juli 2016 lalu.
Korban diperlihatkan Akta Jual Beli (AJB) Nomor 147/AJB/1998 untuk meyakinkan korban seolah-olah miliknya, dan itu mirip asli tapi palsu.
Korban pun membeli di masa itu. Luas lahan tersebut 716 meter persegi dengan harga Rp15 miliar. Korban lalu membayar uang muka sebesar Rp3,8 miliar sebagai tanda jadi setelah didesak pelaku.
Namun setelah dicek, lokasi tanah yang berada di Jalan Sultan Hasanuddin Nomor 7 Kota Makassar diketahui terdaftar aset properti negara, bekas kantor Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kini dikelola Kementerian Keuangan.
Begitu pula surat AJB itu dinyatakan palsu oleh BPN.
"Pelaku mengakui segala perbuatannya dengan memalsukan AJB kepada korban dan meminta uang panjar pembelian tanah senilai Rp3,8 miliar, yang akhirnya merugikan korban," kata Kompol Dharma menegaskan.
Sejauh ini, polisi masih mengembangkan jaringan pelaku terkait dugaan pemalsuan dokumen tanah dan motif lainnya. Mengingat kasus ini merupakan bagian dari kerja mafia tanah mencari lahan tidak bertuan untuk meraup keuntungan, tapi merugikan orang lain.
Sebelumnya, operasi penangkapan itu setelah tim resmob berkoordinasi dengan Tim Penyidik Subdit 2 Ditreskrimum Polda Sulsel dibantu Tim DF Cyber Bareskrim Polri mengendus keberadaannya.
Usai ditangkap, pelaku diterbangkan ke Makassar untuk menjalani proses pemeriksaan lebih lanjut di Mapolda Sulsel.
Penangkapan pelaku atas Laporan Polisi Nomor: LP/B/235 /VIII/2020/SPKT/Polda Sulsel tanggal 11 Agustus 2020 oleh korban.
Selama proses penyelidikan, pelaku tidak kooperatif saat dipanggil polisi, tapi malah melarikan diri.
Hingga dikeluarkan surat perihal Daftar Pencarian Orang (DPO) Nomor: 09/III/RES.1.11/ 2022/Ditreskrimum tanggal 17 Maret 2022. Kemudian dikeluarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor: Sp.Kap/66/VII/Res 1.11/ 2022/ Ditreskrimum tanggal 29 Juli 2022.
Pelaku dikenakan perbuatan tindak pidana yakni penipuan dan atau penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan atau 372 KUHP
dengan ancaman hukuman penjara maksimal empat tahun penjara.
Berdasarkan catatan kepolisian, Richard merupakan residivis pemalsu dokumen tanah, bahkan pernah ditahan di Rumah Tahanan Makassar dengan kasus yang sama dan divonis penjara 3 tahun enam bulan.
Baca juga: Muhammadiyah dukung penuh pemerintah berantas mafia tanah
Baca juga: Menteri ATR/BPN terima kunjungan Kasad Dudung Abdurachman
"Pelaku ditangkap di salah satu homestay Jalan Cempaka Putih Timur VIII Jakarta Pusat, setelah mendapatkan informasi keberadaannya," kata Kepala Satuan Resmob Ditreskrimum Polda Sulsel Komisaris Polisi Dharma Negara, di Makassar, Jumat.
Perkara ini bermula saat korban H Sukardi ditawari membeli tanah oleh pelaku pada 27 Juli 2016 lalu.
Korban diperlihatkan Akta Jual Beli (AJB) Nomor 147/AJB/1998 untuk meyakinkan korban seolah-olah miliknya, dan itu mirip asli tapi palsu.
Korban pun membeli di masa itu. Luas lahan tersebut 716 meter persegi dengan harga Rp15 miliar. Korban lalu membayar uang muka sebesar Rp3,8 miliar sebagai tanda jadi setelah didesak pelaku.
Namun setelah dicek, lokasi tanah yang berada di Jalan Sultan Hasanuddin Nomor 7 Kota Makassar diketahui terdaftar aset properti negara, bekas kantor Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kini dikelola Kementerian Keuangan.
Begitu pula surat AJB itu dinyatakan palsu oleh BPN.
"Pelaku mengakui segala perbuatannya dengan memalsukan AJB kepada korban dan meminta uang panjar pembelian tanah senilai Rp3,8 miliar, yang akhirnya merugikan korban," kata Kompol Dharma menegaskan.
Sejauh ini, polisi masih mengembangkan jaringan pelaku terkait dugaan pemalsuan dokumen tanah dan motif lainnya. Mengingat kasus ini merupakan bagian dari kerja mafia tanah mencari lahan tidak bertuan untuk meraup keuntungan, tapi merugikan orang lain.
Sebelumnya, operasi penangkapan itu setelah tim resmob berkoordinasi dengan Tim Penyidik Subdit 2 Ditreskrimum Polda Sulsel dibantu Tim DF Cyber Bareskrim Polri mengendus keberadaannya.
Usai ditangkap, pelaku diterbangkan ke Makassar untuk menjalani proses pemeriksaan lebih lanjut di Mapolda Sulsel.
Penangkapan pelaku atas Laporan Polisi Nomor: LP/B/235 /VIII/2020/SPKT/Polda Sulsel tanggal 11 Agustus 2020 oleh korban.
Selama proses penyelidikan, pelaku tidak kooperatif saat dipanggil polisi, tapi malah melarikan diri.
Hingga dikeluarkan surat perihal Daftar Pencarian Orang (DPO) Nomor: 09/III/RES.1.11/ 2022/Ditreskrimum tanggal 17 Maret 2022. Kemudian dikeluarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor: Sp.Kap/66/VII/Res 1.11/ 2022/ Ditreskrimum tanggal 29 Juli 2022.
Pelaku dikenakan perbuatan tindak pidana yakni penipuan dan atau penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan atau 372 KUHP
dengan ancaman hukuman penjara maksimal empat tahun penjara.
Berdasarkan catatan kepolisian, Richard merupakan residivis pemalsu dokumen tanah, bahkan pernah ditahan di Rumah Tahanan Makassar dengan kasus yang sama dan divonis penjara 3 tahun enam bulan.
Baca juga: Muhammadiyah dukung penuh pemerintah berantas mafia tanah
Baca juga: Menteri ATR/BPN terima kunjungan Kasad Dudung Abdurachman
Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022
Tags: