Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP), Tjahjo Kumolo, meminta Polri dan Pemerintah
Provinsi Nusa Tenggara Barat mengusut provokator yang akhirnya
menimbulkan bentrokan antara warga yang menduduki Pelabuhan Sape, Bima,
NTB, dan aparat keamanan.
Demikian dikatakan oleh Tjahjo kepada ANTARA News di Jakarta, Minggu, menyikapi adanya bentrokan yang terjadi di Bima, NTB, pada hari Sabtu (24/12).
"Informasi yang kami dapatkan dari lapangan, sebetulnya masalah tambang
itu awalnya sudah tenang dan kondusif setelah ada pendekatan dari pihak
pemda," kata Tjahjo.
Namun, lanjut dia, memanas kembali dan anarkis setelah ada penjelasan dari
seseorang yang menyatakan bahwa lahan tambang itu ilegal. "Ini yang
harus diusut terlebih dahulu, baik oleh Polri maupun data intelijen dari BIN,"
kata Tjahjo.
Ketua Fraksi PDIP itu juga meminta Kapolri untuk memakai standar
atau prosedur tetap yang biasa digunakan Polri saat menghadapi rakyat
yang sedang melakukan aksi demo, tanpa harus menggunakan kekuatan penuh
dan senjata.
"Harusnya polisi belajar dari pengalaman masa lalu. Polri harus
menempatkan dirinya pada poisisi yang tidak selalu harus diperhadapkan
secara politikus dan fisik dengan kekuatan penuh bersenjata," katanya.
Kalau ada
sesuatu masalah dengan rakyat, menurut Tjahjo, cukup maksimal gas air mata dan tongkat
serta barikade kalau ada bentrok untuk membubarkan massa. "Oleh karena
itu, harusnya protap Polri diubah, apa pun yang dihadapi adalah rakyat
Indonesia sendiri, yang harusnya rakyat mendapatkan pengayoman dari
Polri," katanya.
Dalam bentrokan tersebut, kata anggota Komisi I DPR RI. itu, seharusnya pimpinan Polri di Bima
melakukan pengecekan atas kebenaran informasi apakah memang warga mau
melawan atau tidak.
"Saya tidak menyalahkan anggota Polri di lapangan. Yang salah adalah
perintah atasannya yang harusnya melakukan pengecekan dengan benar
bagaimana posisinya di lapangan. Polri tugasnya adalah penegakan hukum
dan melindungi/mengayomi masyarakat, bukan memusuhi rakyat yang
seharusnya dilindungi," kata anggota DPR RI itu.
Tjahjo menambahkan, jangan sampai Polri dalam tugasnya dihadapkan
dengan masyarakat yang kritis, yang menolak sebuah kebijakan pemerintah
pusat, daerah atau kelompok tertentu yang menurut masyarakat tidak
benar.
"Kalau ada pelanggaran hukum ada proses hukumnya. Polri tidak perlu
bersenjata kalau menghadapi unjuk rasa masyarakat, kecuali berhadapan
dengan teroris dan pelaku bersenjata. Harus ada protap dan
tahapan-tahapannya serta data intelijen yang benar terhadap sesuatu
masalah di lapangan," kata Tjahjo.
Ia juga meminta Polri untuk tidak membela kepentingan kelompok tertentu ataupun kekuasaan. Polri jangan mudah membela kepentingan kekuasaan.
"Polri harus
menyelidiki dahulu apakah benar rakyat akan melawan Polri? 'Kan bisa
dengan cara lain agar tidak perlu jatuh korban jiwa. Rakyat demo, 'kan
untuk mempertahankan hak-haknya yang sewenang-wenang dilakukan oleh
kekuasaan tanpa melibatkan rakyatnya. Keputusan politik pembangunan
sekecilpun harus melibatkan masyarakat," pungkas Tjahjo. (Zul)
Tjahjo: Polri dan pemda harus usut provokator
25 Desember 2011 16:39 WIB
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Tjahjo Kumolo. (FOTO ANTARA News/Zul)
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2011
Tags: