Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden, Boediono, memberikan tenggat waktu seminggu untuk memutuskan persoalan pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga (PLT) panas bumi Sarula di Sumatera Utara.

"Pak Wapres memberikan satu minggu kepada semua pihak untuk menyelesaikan masalah ini," kata Juru Bicara Wakil Presiden, Yopie Hidayat, saat mengungkapkan kesimpulan rapat PLT Panas Bumi Sarula di Kantor Wapres, Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan, PLT panas bumi Sarula belum juga dibangun meski tender telah diselesaikan sejak 2006. Proyek tersebut rencananya akan dibangun PLN, Pertamina Geothermal Energi (anak usaha Pertamina) dan konsorsium Sarula Operations Limited (SOL) yang terdiri dari Medco, Ithocu dan Oramet. Sedangkan pembiayaan akan didanai oleh JBIC.

Menurut dia, dalam rapat tersebut dibicarakan masalah penundaan pembangunan proyek PLT Sarula karena adanya perubahan klausul kontrak yang diajukan SOL terkait dengan asset yang dimiliki dan cara pembayaran.

SOL meminta agar aset-aset yang dibangun nantinya menjadi milik mereka karena digunakan untuk jaminan (kolateral) dalam pembangunan.

"Sementara peraturan yang ada belum memungkinkan itu karena menurut aturan yang di cek satu persatu yang namanya aset itu harus menjadi barang milik negara, barang milik negara itu tidak boleh dijadikan jaminan," katanya.

Yopie, menambahkan, aset tersebut tidak bisa menjadi milik swasta karena sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah no 26/2006 tentang barang milik negara dan daerah.

"Dan Pemerintah sudah pasti, keputusannya itu," katanya.

Sedangkan terkait pembayaran, SOL meminta agar dilakukan pembayaran secara langsung, sementara sebelumnya telah disepakati mekanisme pembayaran melalui agen.

"Namun pembayaran ini kan sifatnya B to B (antar perusahaan)," katanya.

Sebelumnya, menurut Yopie, pemerintah telah memberikan jaminan kepada investor bahwa pemerintah akan menjamin pembelian listrik melalui Peraturan Menteri Keuangan no 77 tentang pelaksanaan penjaminan kelayakan usaha PT PLN.

Dengan demikian, menurut dia, jaminan pemerintah kepada PT PLN untuk membeli listrik dari PLT Panas Bumi Sarula dapat sebagai jaminan dalam pembangunan proyek.

Hal ini, menurut dia, sesuai dengan mekanisme di lapangan minyak dan gas dimana aset dimiliki oleh negara sementara pembangunan dijamin dengan pendapatan yang akan diperoleh dan juga cadangan minyak dan gas yang dimiliki.

"Apakah jaminan ini tidak cukup," katanya.

Yopie menambahkan, PT PLN selalu mengatakan siap untuk melanjutkan proyek tersebut sendiri bila SOL mundur.

"Yang jelas PLN selalu menyatakan siap untuk membangun, ini kan partneran kalau ga mau ya sudah," katanya.

Direktur Pertamina, Karen Agustiawan, mengatakan butuh waktu dua minggu untuk finalisasi penyelesaian masalah ini. "Yah kita kasihlah waktu 2 minggu ini untuk finalisasi," kata Karen.

Rapat yang dipimpin Wakil Presiden Boediono tersebut, di antaranya dihadiri Wakil Menteri Keuangan Any Ratnawati, Jaksa Agung Basrief, Menteri ESDM Darwin Z Saleh, Direktur Pertamina Karen Agustiawan, dan Direktur PLN Dahlan Iskan.

(T.M041/A027)