Energi panas bumi akan menjadi salah satu backbone untuk penyediaan energi terbarukan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan pemanfaatan panas bumi tidak hanya untuk menghasilkan listrik rendah emisi tetapi juga dapat memberikan tambahan pendapatan bagi pemerintah daerah hingga meningkatkan ekonomi masyarakat.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menceritakan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Kamojang yang terletak di Jawa Barat, sampai saat ini masih terus memberikan manfaat bagi negara, pemerintah daerah, dan masyarakat meski pembangkit itu telah beroperasi sejak tahun 1983.

"Energi panas bumi akan menjadi salah satu backbone untuk penyediaan energi terbarukan karena sifatnya baseload, bisa memberikan PNBP kepada negara meski ini bukan tujuan utama kami, termasuk juga bisa memberikan tambahan pendapatan untuk pemerintah daerah," ujarnya dalam forum The 8th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2022 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu.

Berdasarkan data Badan Geologi yang tercantum dalam peta distribusi potensi panas bumi nasional, Indonesia setidaknya memiliki 357 lokasi potensi panas bumi dengan total potensi sebesar 23,76 megawatt ekuivalen.

Merujuk peta jalan pengembangan energi baru terbarukan yang tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, angka penambahan kapasitas terpasang pembangkit listrik panas bumi diproyeksikan mencapai 3.355 megawatt. Proyek PLTP yang telah memiliki badan usaha sebanyak 2.650 megawatt atau 78,9 persen dari total rencana tersebut.

Saat ini, proyek pengembangan panas bumi kerap mendapatkan penolakan dari masyarakat sekitar dengan isu persoalan adat dan juga lingkungan, sehingga kondisi itu berdampak terhadap kegiatan eksplorasi panas bumi.

Dadan mengatakan tidak semua tempat mendapatkan resistensi dari masyarakat. Menurutnya, dukungan semua pihak baik dari pemerintah daerah maupun masyarakat yang dapat memperlancar aktivitas eksplorasi, seperti PLTP Sokoria berkapasitas 5 megawatt di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.

Dadan tak menampik ada beberapa wilayah yang masih mendapatkan perhatian, semisal eksplorasi panas bumi di wilayah Banten yang terus mundur akibat ada penolakan dari masyarakat.

"Tapi secara umum saya kira untuk beberapa hal memang menghambat untuk hal-hal tersebut. Saya berpendapat bahwa ini karena dari sisi sosialisasi yang masih perlu terus ditingkatkan. Kita masih bisa diskusi, sebetulnya apa ruginya pengembangan panas bumi? Apa sih ruginya kok ditolak?" kata Dadan.

"Mungkin informasi itu yang tidak sampai atau mungkin informasi yang jeleknya itu sampai menutup kepada yang lainnya. Kami masih harus bekerja dan dari sisi yang lain juga jelas, ada manfaat yang didapatkan oleh pemerintah daerah, pemerintah pusat juga dari sisi PNBP termasuk dari sisi listrik yang bersih," imbuhnya.

Dadan mengungkapkan apabila resistensi terus muncul akan berdampak terhadap banyak hal mulai dari pendapatan pemerintah daerah dan pengembangan energi baru terbarukan menjadi terhambat, hingga penurunan gas rumah kaca juga bisa terganggu.

"Menurut saya, aktivitas ekonomi di masyarakat tersebut juga akan loss, jadi ada opportunity loss yang kita terima yang seharusnya di situ ada bisnis, tapi karena (terhambat) menjadi tidak berjalan," ucapnya.

Dalam forum IIGCE 2022, Kementerian ESDM meresmikan dua pengoperasian dua pembangkit listrik tenaga panas bumi, yakni PLTP Sokoria berkapasitas 5 megawatt di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur; dan PLTP Rantau Dedap berkapasitas 91 megawatt yang terletak di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

Baca juga: Kementerian ESDM: Perpres Tarif EBT terbit pekan ini
Baca juga: Menteri ESDM: RI kembangkan skema bisnis baru, dongkrak EBT panas bumi
Baca juga: IESR: Elemen penting capai NZE, panas bumi harus dioptimalkan

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022