LaNyalla: DPD RI perlu diperkuat melalui amendemen konstitusi
4 Desember 2021 21:04 WIB
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam acara Forum Komunikasi dan Diseminasi Program Kerja dengan Media dan Refleksi Akhir Tahun DPD RI bertema "Penguatan Peran dan Fungsi DPD RI sebagai Amanat Bangsa", Bandung, Jawa Barat, Jumat (3/12/2021). ANTARA/HO-Humas DPD RI.
Jakarta (ANTARA) - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menegaskan peran dan posisi DPD RI perlu diperkuat melalui amendemen konstitusi UUD 1945.
Menurut LaNyalla, berdasarkan keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu, penguatan itu diperlukan karena DPD sebagai perubahan dan penyempurnaan wujud utusan daerah dan golongan justru kehilangan hak dasar sebagai pemegang kedaulatan rakyat yang didapat melalui pemilu.
"Padahal, DPD sama-sama “berkeringat” seperti partai politik," ujarnya dalam acara Forum Komunikasi dan Diseminasi Program Kerja dengan Media dan Refleksi Akhir Tahun DPD RI bertema "Penguatan Peran dan Fungsi DPD RI sebagai Amanat Bangsa", Bandung, Jawa Barat, Jumat (3/12).
Menurutnya, amendemen konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 ditujukan agar Indonesia menjadi lebih demokratis sekaligus mengoreksi kelemahan beberapa pasal di naskah asli UUD 1945. Namun yang terjadi, lanjut LaNyalla, sistem tata kelola negara Indonesia berubah total.
LaNyalla menjelaskan Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara. Utusan daerah dan utusan golongan dihapus, lalu digantikan DPD.
Baca juga: Ketua MK: Amendemen konstitusi harus bersih dari kepentingan sektoral
Sebelum amandemen konstitusi tahap pertama sampai keempat, ujar dia, MPR yang terdiri dari anggota DPR, utusan daerah, dan utusan golongan mendapat mandat rakyat untuk memilih presiden dan wakil presiden.
Dengan demikian, ketiga komponen itu dapat mengajukan atau mengusulkan calon presiden dan calon wakil presiden.
"Setelah amendemen 1 sampai 4, DPD tidak mempunyai hak itu. Inilah yang saya sebut kecelakaan hukum yang harus dibenahi. Hak DPD RI harus dikembalikan atau dipulihkan," tegasnya.
Menurutnya, DPD RI tidak bisa terlibat dalam menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa ini. Calon pemimpin bangsa, kata LaNyalla, hanya bisa diusung partai politik. Partai politik juga memutuskan undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat Indonesia.
Padahal, kata LaNyalla, sumbangsih entitas masyarakat sipil non-partisan yang diwakili DPD RI terhadap lahirnya bangsa dan negara ini tidaklah kecil, tetapi mereka justru terpinggirkan.
Baca juga: LaNyalla siapkan FGD amendemen konstitusi di MPC PP se-Jawa Timur
Oleh karena itu, lanjut dia, DPD RI ingin melakukan penguatan fungsi kelembagaan sebagaimana desentralisasi yang dianut Indonesia, yaitu konsep partisipasi daerah dalam perumusan kebijakan publik di tingkat nasional.
"Artinya, peran DPD RI sangat strategis untuk menyinkronkan kepentingan daerah dengan kepentingan pusat," ujar LaNyalla.
Dia menilai proyeksi penguatan kelembagaan DPD RI harus didorong melalui pintu amendemen konstitusi UUD 1945.
Melalui langkah itu, jelas LaNyalla, DPD RI akan benar-benar menjadi sebuah sistem yang menjamin keputusan-keputusan politik yang penting dibahas secara berlapis.
Berbagai kepentingan juga dapat dipertimbangkan secara matang dan mendalam dengan adanya mekanisme saling mengontrol atau mekanisme double check di antara DPR RI dan DPD RI.
"Sekali lagi, penguatan peran dan fungsi DPD RI bukan mengada-ada, melainkan sebuah amanat sejarah dan amanat bangsa bahwa bangsa ini juga memiliki ruang-ruang non-partisan yang berhak untuk ikut serta menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa ini ke depan," tegas LaNyalla.
Baca juga: Ketua DPD RI ajak ulama sosialisasikan pentingnya amendemen kelima
Menurut LaNyalla, berdasarkan keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu, penguatan itu diperlukan karena DPD sebagai perubahan dan penyempurnaan wujud utusan daerah dan golongan justru kehilangan hak dasar sebagai pemegang kedaulatan rakyat yang didapat melalui pemilu.
"Padahal, DPD sama-sama “berkeringat” seperti partai politik," ujarnya dalam acara Forum Komunikasi dan Diseminasi Program Kerja dengan Media dan Refleksi Akhir Tahun DPD RI bertema "Penguatan Peran dan Fungsi DPD RI sebagai Amanat Bangsa", Bandung, Jawa Barat, Jumat (3/12).
Menurutnya, amendemen konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 ditujukan agar Indonesia menjadi lebih demokratis sekaligus mengoreksi kelemahan beberapa pasal di naskah asli UUD 1945. Namun yang terjadi, lanjut LaNyalla, sistem tata kelola negara Indonesia berubah total.
LaNyalla menjelaskan Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara. Utusan daerah dan utusan golongan dihapus, lalu digantikan DPD.
Baca juga: Ketua MK: Amendemen konstitusi harus bersih dari kepentingan sektoral
Sebelum amandemen konstitusi tahap pertama sampai keempat, ujar dia, MPR yang terdiri dari anggota DPR, utusan daerah, dan utusan golongan mendapat mandat rakyat untuk memilih presiden dan wakil presiden.
Dengan demikian, ketiga komponen itu dapat mengajukan atau mengusulkan calon presiden dan calon wakil presiden.
"Setelah amendemen 1 sampai 4, DPD tidak mempunyai hak itu. Inilah yang saya sebut kecelakaan hukum yang harus dibenahi. Hak DPD RI harus dikembalikan atau dipulihkan," tegasnya.
Menurutnya, DPD RI tidak bisa terlibat dalam menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa ini. Calon pemimpin bangsa, kata LaNyalla, hanya bisa diusung partai politik. Partai politik juga memutuskan undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat Indonesia.
Padahal, kata LaNyalla, sumbangsih entitas masyarakat sipil non-partisan yang diwakili DPD RI terhadap lahirnya bangsa dan negara ini tidaklah kecil, tetapi mereka justru terpinggirkan.
Baca juga: LaNyalla siapkan FGD amendemen konstitusi di MPC PP se-Jawa Timur
Oleh karena itu, lanjut dia, DPD RI ingin melakukan penguatan fungsi kelembagaan sebagaimana desentralisasi yang dianut Indonesia, yaitu konsep partisipasi daerah dalam perumusan kebijakan publik di tingkat nasional.
"Artinya, peran DPD RI sangat strategis untuk menyinkronkan kepentingan daerah dengan kepentingan pusat," ujar LaNyalla.
Dia menilai proyeksi penguatan kelembagaan DPD RI harus didorong melalui pintu amendemen konstitusi UUD 1945.
Melalui langkah itu, jelas LaNyalla, DPD RI akan benar-benar menjadi sebuah sistem yang menjamin keputusan-keputusan politik yang penting dibahas secara berlapis.
Berbagai kepentingan juga dapat dipertimbangkan secara matang dan mendalam dengan adanya mekanisme saling mengontrol atau mekanisme double check di antara DPR RI dan DPD RI.
"Sekali lagi, penguatan peran dan fungsi DPD RI bukan mengada-ada, melainkan sebuah amanat sejarah dan amanat bangsa bahwa bangsa ini juga memiliki ruang-ruang non-partisan yang berhak untuk ikut serta menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa ini ke depan," tegas LaNyalla.
Baca juga: Ketua DPD RI ajak ulama sosialisasikan pentingnya amendemen kelima
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: