AS ke Korea Utara: saatnya untuk pembicaraan berkelanjutan, substantif
21 Oktober 2021 12:07 WIB
Sebuah rudal ditembakkan saat uji coba beberapa peluncur roket dalam foto tidak bertanggal yang disiarkan Minggu (25/8/2019) oleh Pusat Agensi Berita Korea Utara. ANTARA/KCNA/ANTARA/REUTERS/KCNA/aa.
Markas PBB, New York (ANTARA) - Amerika Serikat telah menawarkan untuk bertemu Korea Utara tanpa prasyarat dan menjelaskan bahwa Washington tidak memiliki niat bermusuhan terhadap Pyongyang, kata Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Linda Thomas-Greenfield Rabu
Pernyataan tersebut disampaikan Thomas-Greenfield saat negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB bertemu untuk membahas tentang peluncuran rudal terbaru Korea Utara.
"Korea Utara harus mematuhi resolusi Dewan Keamanan (PBB) dan sudah waktunya untuk terlibat dalam dialog yang berkelanjutan dan substantif menuju tujuan denuklirisasi lengkap di Semenanjung Korea," kata Thomas-Greenfield kepada wartawan.
Baca juga: Korea Utara tembakkan rudal balistik dari kapal selam
Korea Utara - yang secara resmi dikenal sebagai Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) - telah lama menuduh Amerika Serikat memiliki kebijakan yang bermusuhan terhadap negara Asia itu.
Korea Utara menegaskan bahwa negara itu memiliki hak untuk mengembangkan senjata untuk pertahanan diri.
Korea Utara telah dikenai sanksi PBB sejak 2006. Sanksi itu terus diperkuat dalam upaya untuk memotong dana untuk program nuklir dan rudal balistik Pyongyang. Langkah-langkah sanksi tersebut termasuk larangan peluncuran rudal balistik.
"Kami telah menawarkan untuk bertemu dengan pejabat DPRK, tanpa prasyarat apa pun, dan kami telah menjelaskan bahwa kami tidak memiliki niat bermusuhan terhadap DPRK," kata Thomas-Greenfield.
Baca juga: Korut akan pulihkan "hotline" dengan Korsel
Namun, Misi Korea Utara untuk PBB di New York tidak segera menanggapi permintaan komentar atas pernyataan Thomas-Greenfield.
Pada 2018 dan 2019, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden AS saat itu Donald Trump bertemu tiga kali, tetapi pertemuan itu gagal membuat kemajuan atas seruan AS agar Pyongyang menyerahkan senjata nuklirnya dan tuntutan Korea Utara untuk pengakhiran sanksi.
Thomas-Greenfield mengatakan pemerintahan Presiden Joe Biden "siap untuk terlibat dalam diplomasi yang serius dan berkelanjutan" (dengan Korea Utara).
Beberapa anggota dewan Eropa - Prancis, Estonia dan Irlandia - juga mendesak Korea Utara untuk "terlibat secara bermakna" dengan tawaran dialog yang disampaikan berulang kali oleh Amerika Serikat dan Korea Selatan.
Baca juga: Soal uji coba rudal, Korut tuding DK PBB terapkan standar ganda
Korea Utara pada Selasa (19/10) melakukan uji coba rudal balistik baru yang lebih kecil dari kapal selam.
Langkah Korut itu mendorong Amerika Serikat dan Inggris pada Rabu untuk mengangkat masalah ini di Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara.
"(Uji coba rudal) itu adalah yang terbaru dari serangkaian provokasi sembrono," kata Thomas-Greenfield kepada wartawan.
"Ini adalah kegiatan yang melanggar hukum. Mereka melanggar beberapa resolusi Dewan Keamanan. Dan itu tidak dapat diterima," ujarnya.
Sumber: Reuters
Baca juga: Korut sebut AS berlebihan menyikapi uji rudal kapal selam
Baca juga: Ledakan terjadi di China timurlaut
Pernyataan tersebut disampaikan Thomas-Greenfield saat negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB bertemu untuk membahas tentang peluncuran rudal terbaru Korea Utara.
"Korea Utara harus mematuhi resolusi Dewan Keamanan (PBB) dan sudah waktunya untuk terlibat dalam dialog yang berkelanjutan dan substantif menuju tujuan denuklirisasi lengkap di Semenanjung Korea," kata Thomas-Greenfield kepada wartawan.
Baca juga: Korea Utara tembakkan rudal balistik dari kapal selam
Korea Utara - yang secara resmi dikenal sebagai Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) - telah lama menuduh Amerika Serikat memiliki kebijakan yang bermusuhan terhadap negara Asia itu.
Korea Utara menegaskan bahwa negara itu memiliki hak untuk mengembangkan senjata untuk pertahanan diri.
Korea Utara telah dikenai sanksi PBB sejak 2006. Sanksi itu terus diperkuat dalam upaya untuk memotong dana untuk program nuklir dan rudal balistik Pyongyang. Langkah-langkah sanksi tersebut termasuk larangan peluncuran rudal balistik.
"Kami telah menawarkan untuk bertemu dengan pejabat DPRK, tanpa prasyarat apa pun, dan kami telah menjelaskan bahwa kami tidak memiliki niat bermusuhan terhadap DPRK," kata Thomas-Greenfield.
Baca juga: Korut akan pulihkan "hotline" dengan Korsel
Namun, Misi Korea Utara untuk PBB di New York tidak segera menanggapi permintaan komentar atas pernyataan Thomas-Greenfield.
Pada 2018 dan 2019, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden AS saat itu Donald Trump bertemu tiga kali, tetapi pertemuan itu gagal membuat kemajuan atas seruan AS agar Pyongyang menyerahkan senjata nuklirnya dan tuntutan Korea Utara untuk pengakhiran sanksi.
Thomas-Greenfield mengatakan pemerintahan Presiden Joe Biden "siap untuk terlibat dalam diplomasi yang serius dan berkelanjutan" (dengan Korea Utara).
Beberapa anggota dewan Eropa - Prancis, Estonia dan Irlandia - juga mendesak Korea Utara untuk "terlibat secara bermakna" dengan tawaran dialog yang disampaikan berulang kali oleh Amerika Serikat dan Korea Selatan.
Baca juga: Soal uji coba rudal, Korut tuding DK PBB terapkan standar ganda
Korea Utara pada Selasa (19/10) melakukan uji coba rudal balistik baru yang lebih kecil dari kapal selam.
Langkah Korut itu mendorong Amerika Serikat dan Inggris pada Rabu untuk mengangkat masalah ini di Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara.
"(Uji coba rudal) itu adalah yang terbaru dari serangkaian provokasi sembrono," kata Thomas-Greenfield kepada wartawan.
"Ini adalah kegiatan yang melanggar hukum. Mereka melanggar beberapa resolusi Dewan Keamanan. Dan itu tidak dapat diterima," ujarnya.
Sumber: Reuters
Baca juga: Korut sebut AS berlebihan menyikapi uji rudal kapal selam
Baca juga: Ledakan terjadi di China timurlaut
Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2021
Tags: