Jakarta (ANTARA) - "Paket ...!" seru seorang petugas ekspedisi dari depan rumah seraya menunjukkan barang yang dikemas dengan plastik berwarna putih.
Pemandangan petugas ekspedisi mengantarkan barang kini menjadi hal yang lazim ditemui di permukiman di Ibu Kota. Bahkan seorang pengantar paket kadang harus mengantar lima hingga sepuluh alamat dalam satu komplek perumahan.
Sejak pemerintah membatasi kegiatan retail modern terutama pada masa PPKM Darurat dan PPKM Level 4 banyak "tenant" (penyewa) yang merupakan pengusaha kecil dan menengah beralih berjualan secara daring.
Ketika pemerintah memberikan kelonggaran kembali melalui PPKM Level 3, banyak pelaku UMKM sudah mahir untuk berdagang secara daring. Namun mereka ini tidak serta merta meninggalkan cara berdagang tradisional yang mempertemukan pedagang dan pembeli secara fisik.
Alasannya, seperti diutarakan Indah, seorang karyawan salah satu toko sandang di Pusat Grosir Cililitan, Jakarta Timur. Baik berdagang secara "online" maupun "offline", masing-masing memiliki pasar dan penggemar sendiri.
Bagi konsumen yang ingin praktis dan tidak ingin repot-repot memilih barang maka pasar daring menjadi pilihan. Apalagi penyedia platform "e-commerce" juga kian banyak membuat pembeli memiliki banyak pilihan.
Baca juga: BI Jakarta gandeng lapak daring jual produk UMKM Tetapi ada juga konsumen yang lebih selektif memilih barang dengan cara menyentuh, meraba dan mencoba. Bahkan masih banyak konsumen yang ke pasar tradisional sekedar untuk tawar-menawar dengan pedagang.
Ada perasaan senang apabila mendapatkan barang yang diidamkan dengan harga murah. Tipe konsumen seperti ini tentunya lebih suka berbelanja secara luring.
Meski demikian belajar dari pandemi COVID-19, pemerintah berharap seluruh pelaku UMKM bisa bertransformasi cara bisnisnya secara daring.
Pemerintah.memberi perhatian terhadap nasib pelaku UMKM mengingat kontribusi mereka sangat besar dalam pertumbuhan ekonomi. Hal ini sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi pada tahun 2021.
UMKM merupakan sektor yang paling vital saat ini serta menjadi solusi bagi masyarakat yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi. Berbagai regulasi dan insentif pun dikeluarkan pemerintah agar sektor UMKM ini dapat bangkit dan bertahan di tengah pandemi.
Kementerian Koperasi dan UKM menindaklanjuti melalui serangkaian program agar pelaku UMKM dapat bangkit di tengah pandemi. Program itu meliputi restrukturisasi pinjaman, subsidi bunga dan hibah modal kerja bagi pelaku UMKM berikut pembiayaan murah.
Baca juga: OJK DKI bagi tips agar UMKM terhindar pinjaman daring ilegal Meningkat
Kesulitan yang dialami mereka yang ingin berkecimpung di dunia usaha adalah akses pemodalan, terutama bagi pemula yang selama ini belum terakses bank (bankable).
Kredit Usaha Rakyat (KUR) saat ini masih menjadi pilihan. Syaratnya yang mudah dan bunga yang hanya tiga persen tentunya sangat membantu bagi pelaku UMKM yang tengah merintis bisnisnya.
Kementerian Koperasi dan UKM mencatat penyaluran KUR angkanya terus mengalami kenaikan. Kalau tahun 2020 capaiannya Rp120 triliun maka pada tahun 2021 ini kembali meningkat menjadi Rp253 triliun.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, penyaluran KUR tetap berlanjut tahun 2021 ini bahkan akan terus ditingkatkan. Mandiri Institut bahkan menyebut data capaian KUR saat ini sudah 80 persen.
Terkait hal itu, Teten Masduki berjanji untuk mengevaluasi dampak PPKM terhadap UMKM dalam rangka penyusunan program ke depan.
Sektor UMKM memiliki peran penting dalam penyerapan tenaga kerja selama ini. Angkanya mencapai 97 persen. Bahkan dari angka itu sebanyak 99 persen bergerak di bidang usaha mikro.
Baca juga: DKI gandeng perusahaan rintisan dorong UMKM jualan secara daring Dari 65 juta jumlah UMKM, sebanyak 99,6 persen merupakan usaha mikro dengan omset di bawah Rp2 miliar per tahun. Para pelaku ini masih bisa bertahan di masa pandemi.
Pemerintah akan mendorong pelaku UMKM dapat bertransformasi ke digital akan mampu bertahan di tengah-tengah pembatasan.
Untuk mendukung pelaku UMKM bertahan di masa pandemi, pemerintah telah menyiapkan sejumlah regulasi. Agar pelaku UMKM bisa bertransformasi dari "offline" ke "online" (digital).
Para pelaku UMKM harus beradaptasi dengan bertransformasi ke digital. Data dari asosiasi "e-commerce" saat ini UMKM yang sudah menggunakan platform digital mencapai 23,9 persen atau 15,2 juta UMKM.
Padahal sebelumnya angkanya hanya 8 juta UMKM yang terhubung platform "e-commerce". Tentu hal ini merupakan peningkatan yang luar biasa, yakni dari 13 persen menjadi 23,9 persen.
Baca juga: UKM binaan Sudin KPKP Jaksel ikuti bazar daring Fenomena ini akan menjadi tren baru meskipun pandemi sudah berlalu. Apalagi transformasi ini didorong oleh perubahan perilaku masyarakat yang berbelanja daring saat ini.
Salah satu problem yang dihadapi UMKM adalah produk yang minim terserap oleh pasar. Kendati saat ini untuk produk tertentu seperti kebutuhan pokok dan kebutuhan kesehatan memiliki prospek yang bagus di pasar.
Kementerian Koperasi dan UKM mencatat terdapat tiga hal yang menjadi persoalan dalam menembus pasar digital, yakni literasi, kapasitas dan kualitas produksi serta akses pasar.
Tak hanya transformasi digital, ternyata melihat kunci membangkitkan sektor UMKM adalah melalui program vaksinasi COVID-19. Rak lain karena kegiatan ekonomi UMKM banyak yang bersentuhan dengan sektor pendidikan, perkantoran dan industri.
Vaksinasi di Indonesia sudah mencapai 64 juta dosis pertama dan 36 juta dosis kedua dari target 208 juta rakyat yang harus divaksinasi. Bahkan ada yang menyebut pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan tingkat vaksinasi.
Baca juga: 300 pelaku UKM di Jakarta Selatan dilibatkan dalam bazar daring Pegadaian
Dukungan terhadap pelaku UMKM ternyata tidak hanya dari pemerintah saja. Banyak dari sektor keuangan juga ikut berkontribusi dalam upaya mendongkrak sektor ini.
Salah satu alasannya karena sektor keuangan tidak bisa bangkit kalau pelaku usaha tidak bergerak.
Seperti diutarakan Kepala Pimpinan Wilayah Jakarta I Kanwil VIII Pengadaian Mulyono, perseroan saat ini memiliki 66 persen nasabah dari usaha mikro.
Bahkan penyaluran kredit ke sektor produktif saat ini masih tinggi. Sebagian besar diperuntukkan bagi sektor usaha rumahan.
Terdapat 5,2 juta usaha mikro nasabahnya yang telah berbasis digital. Terbesar (78 persen) nasabah adalah program gadai.
Banyak dari pelaku UMKM yang memanfaatkan layanan permodalan dari Pegadaian karena mereka mencari kriteria yang mudah, cepat dan aman.
Pegadaian telah menyalurkan produk ke sektor usaha mikro sejak 2017 serta seluruhnya memiliki nilai bisnis.
Persyaratannya untuk mendapatkan fasilitas ini sangat sederhana, hanya dengan tiga parameter, yakni jenis usahanya, kredit dipastikan untuk usaha dan surat keterangan dari kelurahan.
Baca juga: Sebanyak 1,4 juta toko di Jakarta telah manfaatkan QRIS Sementara itu, Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Bergulir Komperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDP-KUMKM) Supomo mengatakan, layanan pinjaman LPDB ke UMKM pada 2021 sebesar Rp1,015 triliun. Dengan rincian pembiayaan komersial Rp507 miliar dan pembiayaan syariah Rp508 miliar dengan jumlah total mitra 121.
Sedangkan total penyaluran dana bergulir 2008 hingga 2021 sebesar Rp13 triliun..
Strategi pada 2021, kata dia, dilakukan melalui pendampingan akses pembiayaan dan peningkatan kapasitas koperasi. Program pendampingan fokus melalui skema kemitraan dan bekerjasama dengan inkubator wirausaha.
Sedangkan program tahun 2020 mencapai target, yakni senilai Rp1,292 triliun menyasar mitra koperasi 84 dan 118,783 pelaku UMKM.
Anggota Komisi VI DPR Fraksi Demokrat Melani
dapat memahami kebijakan pemerintah mendorong UMKM mengingat mereka merupakan tulang punggung ekonomi. Keberadaan UMKM merupakan salah satu kunci pertumbuhan ekonomi nasional.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa UMKM mencapai 64 juta atau 99,9 persen dari keseluruhan usaha di Indonesia.
Lebih dari 60 persen PDB nasional berasal dari UMKM dengan penyerapan lebih dari 90 persen tenaga kerja.
Namun pandemi COVID-19 sangat berdampak pada sektor ekonomi. Salah satunya dirasakan oleh pelaku UMKM.
Baca juga: BI DKI ungkap Jakarta punya modal lanjutkan pemulihan ekonomi Demikian pula, kebijakan pembatasan mobilitas, diberlakukannya PSBB hingga PPKM memberikan dampak negatif bagi UMKM, diantaranya menurunnya omset secara drastis hingga banyaknya usaha yang gulung tikar
Dalam kondisi ini, diperlukan kebijakan dan langkah nyata agar para pelaku UMKM sebagai tulang punggung ekonomi bangsa dapat tertolong serta tetap bertahan di tengah pandemi.
DPR RI secara konstitusional memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Komisi VI DPR RI membidangi Perdagangan, BUMN, Koperasi dan UKM serta Investasi bertugas untuk menyerap, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat, termasuk masyarakat di daerah pemilihan (dapil) masing-masing.
Melani pun langsung turun ke dapil untuk mengetahui secara langsung kondisi riil di masyarakat. Termasuk mendukung kemajuan UMKM, terutama di tengah masa pandemi saat ini.
Karena itu, tentu diperlukan langkah nyata dan bermanfaat secara langsung bagi masyarakat.
Ketua Umum OK OCE Iim Rusyamsi menegaskan UMKM menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Apalagi 61 persen UMKM menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) dan 97 persen menyerap tenaga kerja di Indonesia.
Sedangkan pelaku UMKM berbasis digital mencapai 15,3 juta atau 23, 9 persen. Pada masa pandemi UMKM terganggu, mereka 90 persen kehilangan pasar, 52 persen kehilangan pendapatan, 63 persen merumahkan karyawan.
Baca juga: BI DKI pertemukan ekosistem UMKM untuk percepat pemulihan ekonomi Tapi dengan program bantuan dari pemerintah UMKM di Indonesia tetap bertahan. Pelaku UMKM dari kaum milenial terus menggeliat.
Saat ini, ada 70,72 persen penduduk Indonesia masuk usia produktif dan 25 persen adalah kaum milenial.
Artinya ini peluang Indonesia untuk masuk bonus demografi, sebab satu negara mendapatkan bonus demografi setiap seratus tahun sekali. Jadi ini harus dimanfaatkan.
Bentuk dukungan tersebut salah satunya mendorong pelaku UMKM milenial memiliki semangat. Dengan melakukan dari usaha kecil.
Dukungan semangat tersebut agar mereka terus mengembangkan usahanya. Peluang itu banyak sekali, dari usaha kecil seperti menjadi "marketing", "agency", "reseller" dan lainnya.
Harus diakui pandemi COVID-19 telah memukul sektor ekonomi di Indonesia termasuk UMKM. Padahal menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pelaku UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta atau 99,99 persen dari jumlah pelaku usaha di Indonesia.
Sementara data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop dan UKM), pelaku UMKM secara daring terus meningkat.
Saat ini yang sudah "go digital" mencapai 13,7 juta dari 64 juta pelaku UMKM yang tersebar di Tanah Air. Pemerintah menargetkan 30 juta pelaku UMKM sudah menjalankan bisnis secara daring pada 2024.
Dengan kekuatan tersebut maka kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada pelaku UMKM sudah sewajarnya mendapat dukungan. Justru dari UMKM itu ekonomi dapat segera bangkit.
Artikel
Saatnya pelaku UMKM masuk dunia digital
Oleh Ganet Dirgantara
9 September 2021 11:32 WIB
Perajin berbahan clay tengah memperlihatkan produksinya. Pemerintah terus mendorong pelaku UMKM untuk bertransformasi secara daring di tengah pandemi COVID-19. (ANTARA/ Ganet Dirgantoro)
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021
Tags: