Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan RI menerapkan sejumlah program prioritas dalam upaya penanggulangan penyakit tuberculosis (TBC) di Indonesia yang diperkirakan memiliki laju kasus sekitar 845 ribu per tahun.

"Dari sekitar 845 ribu kasus TBC di Indonesia, baru sekitar 67 persen atau 568.987 kasus TBC yang teridentifikasi oleh Kementerian Kesehatan pada 2019," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi yang dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Senin.

Baca juga: Kemenkes terapkan strategi khusus penanganan TBC di tengah COVID-19

Nadia mengatakan strategi pertama adalah mengatasi persoalan under reporting kasus TBC yang dilakukan melalui mekanisme public private mix berbasis kabupaten/kota. Pasien juga wajib lapor untuk dilakukan penguatan surveilans.

Selain itu, kata Nadia, Kemenkes juga melakukan sinkronisasi data pelacakan kasus melalui kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk mencocokkan data dan sistem rujuk balik dengan angka kasus yang diperoleh jejaring Kemenkes.

"Kita integrasikan manajemen layanan TBC yang terintegrasi seperti HIV, gizi, rokok, penyakit paru, dan lainnya," katanya.

Menurut Nadia, dari hasil pelacakan kasus pada 2019, telah dilakukan optimalisasi pengobatan terhadap pasien. "Kami mengoptimalkan yang sudah dicapai, seperti penguatan surveilans melalui sistem informasi tuberculosis, peningkatan kepatuhan minum obat melalui peran Pemantau Minum Obat (PMO) hingga pelacakan pasien mangkir," katanya.

Nadia mengatakan Kemenkes juga berupaya mengakses pasien TBC yang belum terjangkau melalui promosi kesehatan, pemberian terapi pencegahan tuberkulosis (TPT), penemuan dan pelacakan kontak, hingga sinergi dengan tracing COVID-19. "Skrining kita lakukan di tempat khusus yang terpisah dengan pasien COVID-19," katanya.

Baca juga: Menko PMK: Indonesia targetkan eliminasi TBC pada 2030

Baca juga: TBC juga mematikan seperti COVID-19


Strategi terakhir adalah kegiatan khusus Tuberkulosis Resisten Obat (TBC RO) melalui penyediaan pelayanan khusus di 360 rumah sakit dan balai kesehatan.

"Pada fasilitas tersebut kita memberikan pengobatan TB RO jangka pendek, melakukan desentralisasi layanan ke Puskesmas hingga dukungan psikososial berupa pendampingan pasien dan pemberian bantuan transportasi," ujarnya.