Artikel
Pesona destinasi alam Gunung Jae, Lombok
Oleh Nur Imansyah
1 Agustus 2021 21:17 WIB
Kepala Desa Sedau Amir Syarifudin dan Ketua BUMDes Karya Mandiri Sedau, Usman Jayadi saat bersantai berlatar destinasi alam Gunung Jae, Desa Sedau, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). (ANTARA/Nur Imansyah).
Lombok Barat, NTB (ANTARA) - Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu wilayah di Nusa Tenggara Barat yang memiliki banyak tempat wisata alam menarik untuk dikunjungi.
Ada banyak tempat yang direferensikan untuk wisatawan selain pantai Senggigi, Taman Narmada atau pulau pulau kecil (Gili) di Sekotong. Salah satunya yang patut dikunjungi di wilayah ini yakni, destinasi wisata alam Gunung Jae.
Lokasi wisata ini berada di Desa Sedau, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, NTB. Kawasan wisata ini berada 25 kilometer dari pusat Kota Mataram, Ibu Kota Provinsi NTB.
Areal wisata alam ini dikelilingi perbukitan dan persawahan yang mengitari sungai layaknya danau. Airnya jernih, tenang, dan pemandangannya sangat eksotik.
Kumpulan air berbentuk danau inilah yang kemudian menjadi objek utama di lokasi wisata alam ini.
Sebelum menjadi destinasi wisata, tempat ini awalnya adalah lokasi tambang bahan galian C seperti pasir dan tanah uruk.
Namun, sadar akan keistimewaan lokasi ini warga Desa Gunung Jae kemudian mengubah lokasi galian daratan berlubang menjadi lokasi wisata yang indah.
Lokasi yang dulunya adalah tambang pasir seluas 10 hektare tersebut kini menjadi terkenal dan dikunjungi banyak orang.
Kepala Desa Sedau Amir Syarifudin mengatakan rata-rata pengunjung yang datang ke tempat itu berkisar antara 50-100 orang per harinya. Umumnya, berasal dari Kota Mataram, Lombok Timur dan Lombok Barat.
"Memang untuk wisatawan Nusantara belum ada yang datang. Paling banyak itu warga Kota Mataram dan beberapa kabupaten di Pulau Lombok, bahkan dari Pulau Sumbawa," ujarnya, Sabtu (31/7).
Jumlah kunjungan wisatawan paling ramai biasanya pada hari-hari "weekend" yakni Sabtu dan Minggu. Selain berwisata tempat ini juga menjadi lokasi camping ground. Banyak dari wisatawan yang berkemah karena penasaran dengan panorama alam Gunung Jae.
Apalagi lokasi Gunung Jae berdekatan dengan kawasan hutan yang masuk dalam bagian kaki Gunung Rinjani. Biasanya, mereka yang berkemah melakukannya pada mulai Sabtu hingga Minggu.
"Wisatawan yang akan menginap, kami juga telah menyiapkan fasilitas tenda jika mereka tidak membawa peralatan," terang Amir.
Namun, kata Amir, di tengah masa pandemi COVID-19 destinasi wisata ini sepi dikunjungi wisatawan seiring Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh pemerintah.
Meski di tengah keterbatasan, pihaknya tetap melakukan strategi dengan mengenalkan paket wisata alam Gunung Jae melalui media sosial Facebook dan Instagram. Melalu flatform media sosial tersebut membantu kedatangan pengunjung selama ini. Apalagi, lokasinya sangat nyaman dan hening dari keramaian atau suasana kota.
Karena lokasinya yang dekat dari akses jelan utama provinsi, yakni sekitar tiga kilometer dari tepi jalan raya jurusan Mataram - Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur.
Destinasi wisata Gunung Jae beroperasi sejak 2019 dan mulai menggeliat sejak 2020. Meski namanya Gunung Jae, tapi menurut Amir, tidak ada gunung bernama itu. Kecuali orang-orang tertentu yang bisa melihat Gunung Jae tersebut.
"Kalau dari cerita orang tua dulu, sebutan Gunung Jae berdasarkan kisah zaman dulu bahwa kawasan itu dari kejauhan tampak gunung dan tanaman jahe. Tetapi setelah didekati ternyata tidak ada gunung dan tanaman jahenya. Kita sendiri belum pernah lihat," ungkapnya.
Amir mengungkapkan, keunikan wisata alam Gunung Jae juga terlihat di lokasi ini tidak ada wilayah pegunungan. Namun udaranya sangat dingin.
Sejauh ini, lanjut dia, ketinggian Gunung Jae hanya sekitar 25 - 30 meter di atas permukaan laut. Areanya seluas 10 hektare meliputi danau, bendungan dan panggung terbuka untuk pentas budaya.
Area terbuka di sekitar bendungan seluas empat hektare berlatar belakang bukit di sana bisa dimanfaatkan untuk aktivitas mendayung mengarungi danau.
Pengunjung juga bisa berkemah di camping ground sambil memesan paket treking bambu yang melintasi area persawahan.
Tak perlu khawatir juga soal makanan. Di Gunung Jae, tersedia lapak-lapak yang menyediakan makanan dan minuman sehingga para pengunjung tidak perlu repot membawa bekal dari rumah.
Bagi pengunjung yang hobi memancing, tersedia lokasi pemancingan beserta fasilitasnya. Bahkan ada paket sekolah alam untuk belajar cara menangkap belut menggunakan kodong dan bercocok tanam.
Intinya, pihaknya menjual permainan alam yang sudah mentradisi tidak punah begitu saja karena teknologi dewasa ini. Hal ini, agar memori anak-anak untuk tidak lupa dengan tradisi permainan alam masa lalu. Tentunya, ingat permainan alam masa lalu, ingat Gunung Jae.
Setiap pekan, kawasan wisata Gunung Jae selalu ramai didatangi pengunjung untuk berkemah. Bahkan ada juga pengunjung yang menghabiskan waktu berkemah hingga sepekan lamanya. Harga sewa kemah cukup murah, yaitu sekitar Rp30 ribu hingga Rp100 ribu.
Amir mengatakan pengembangan kawasan wisata Gunung Jae ini berawal dari pelatihan dan diskusi yang diadakan Dinas Pariwisata Lombok Barat beberapa waktu lalu. Hingga tercetus ide untuk mengembangkan kawasan ini menjadi kawasan yang bukan hanya sekedar area perkemahan biasa. Namun memiliki nilai edukasi dan meningkatkan perekonomian warga sekitarnya.
Terkait warga yang masih melakukan kegiatan menyedot pasir. Menurut Amir, pihaknya masih memberikan ruang namun lokasinya di relokasi ke sebelah Utara di sekitar kali.
Sejak adanya kita buka distinasi ini, Alhamdulillah jumlah warga yang menggantungkan hidup dari tambang pasir sudah berkurang drastis.
Paling ada sekarang enggak banyak, bisa di hitung dengan jari. Ini karena warga sudah banyak beralih profesi berjualan, menyewakan perahu dan menjadi penjaga pintu masuk loket.
Sementara, warga yang berusia muda kita tampung dan berdayakan mereka di Pokdarwis dibawah koordinasi BUMDes Karya Mandiri Sedau yang kita tunjuk mengelola kawasan ini.
Sementara itu, Ketua BUMDes Karya Mandiri Sedau, Usman Jayadi membenarkan keberadaan wisata alam setempat telah merubah paradigma warga sekitar yang sebelumnya berprofesi menyedot pasir, kini telah menjadi penjaga dan pengelola destinasi setempat.
"Alhamdulillah, ada sekitar 20 orang anak muda yang kita pekerjakan disini. Meraka adalah karyawan BUMDes dan juga anggota Pokdarwis yang setiap harinya stand by menjaga lokasi ini,” kata Usman.
Ia berharap dengan telah mulai banyaknya pengunjung di wilayah setempat. Intervensi dari Pemprov NTB melalui Dinas Pariwisata setempat bisa optimal diberikan.
Mengingat, bantuan yang ada baru sebatas alat kebersihan yang diberikan oleh Pemkab Lombok Barat melalui Dinas Pariwisata setempat. Sementara dari bantuan provinsi belum ada.
"Kalau dari provinsi belum sama sekali. Makanya, kami butuh perhatian dari provinsi, khususnya bagaimana teknik memasarkan distinasi desa ini menjadi lebih terkenal lagi. Tentunya, kami butuh pelatihan IT bagi para pemuda desa. Sebab, semua dana pengembangan desa wisata Gunung Jae ditopang oleh Dana Desa," katanya.
Untuk kedepan pihaknya bersama pihak desa berencana akan menambah fasilitas di tempat itu, seperti membangun pondok-pondok sebagai lokasi penginapan. Kemudian mushalla yang lebih permanen, restoran dan perahu. Termasuk fasilitas untuk meeting room.
Ada banyak tempat yang direferensikan untuk wisatawan selain pantai Senggigi, Taman Narmada atau pulau pulau kecil (Gili) di Sekotong. Salah satunya yang patut dikunjungi di wilayah ini yakni, destinasi wisata alam Gunung Jae.
Lokasi wisata ini berada di Desa Sedau, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, NTB. Kawasan wisata ini berada 25 kilometer dari pusat Kota Mataram, Ibu Kota Provinsi NTB.
Areal wisata alam ini dikelilingi perbukitan dan persawahan yang mengitari sungai layaknya danau. Airnya jernih, tenang, dan pemandangannya sangat eksotik.
Kumpulan air berbentuk danau inilah yang kemudian menjadi objek utama di lokasi wisata alam ini.
Sebelum menjadi destinasi wisata, tempat ini awalnya adalah lokasi tambang bahan galian C seperti pasir dan tanah uruk.
Namun, sadar akan keistimewaan lokasi ini warga Desa Gunung Jae kemudian mengubah lokasi galian daratan berlubang menjadi lokasi wisata yang indah.
Lokasi yang dulunya adalah tambang pasir seluas 10 hektare tersebut kini menjadi terkenal dan dikunjungi banyak orang.
Kepala Desa Sedau Amir Syarifudin mengatakan rata-rata pengunjung yang datang ke tempat itu berkisar antara 50-100 orang per harinya. Umumnya, berasal dari Kota Mataram, Lombok Timur dan Lombok Barat.
"Memang untuk wisatawan Nusantara belum ada yang datang. Paling banyak itu warga Kota Mataram dan beberapa kabupaten di Pulau Lombok, bahkan dari Pulau Sumbawa," ujarnya, Sabtu (31/7).
Jumlah kunjungan wisatawan paling ramai biasanya pada hari-hari "weekend" yakni Sabtu dan Minggu. Selain berwisata tempat ini juga menjadi lokasi camping ground. Banyak dari wisatawan yang berkemah karena penasaran dengan panorama alam Gunung Jae.
Apalagi lokasi Gunung Jae berdekatan dengan kawasan hutan yang masuk dalam bagian kaki Gunung Rinjani. Biasanya, mereka yang berkemah melakukannya pada mulai Sabtu hingga Minggu.
"Wisatawan yang akan menginap, kami juga telah menyiapkan fasilitas tenda jika mereka tidak membawa peralatan," terang Amir.
Namun, kata Amir, di tengah masa pandemi COVID-19 destinasi wisata ini sepi dikunjungi wisatawan seiring Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) oleh pemerintah.
Meski di tengah keterbatasan, pihaknya tetap melakukan strategi dengan mengenalkan paket wisata alam Gunung Jae melalui media sosial Facebook dan Instagram. Melalu flatform media sosial tersebut membantu kedatangan pengunjung selama ini. Apalagi, lokasinya sangat nyaman dan hening dari keramaian atau suasana kota.
Karena lokasinya yang dekat dari akses jelan utama provinsi, yakni sekitar tiga kilometer dari tepi jalan raya jurusan Mataram - Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur.
Destinasi wisata Gunung Jae beroperasi sejak 2019 dan mulai menggeliat sejak 2020. Meski namanya Gunung Jae, tapi menurut Amir, tidak ada gunung bernama itu. Kecuali orang-orang tertentu yang bisa melihat Gunung Jae tersebut.
"Kalau dari cerita orang tua dulu, sebutan Gunung Jae berdasarkan kisah zaman dulu bahwa kawasan itu dari kejauhan tampak gunung dan tanaman jahe. Tetapi setelah didekati ternyata tidak ada gunung dan tanaman jahenya. Kita sendiri belum pernah lihat," ungkapnya.
Amir mengungkapkan, keunikan wisata alam Gunung Jae juga terlihat di lokasi ini tidak ada wilayah pegunungan. Namun udaranya sangat dingin.
Sejauh ini, lanjut dia, ketinggian Gunung Jae hanya sekitar 25 - 30 meter di atas permukaan laut. Areanya seluas 10 hektare meliputi danau, bendungan dan panggung terbuka untuk pentas budaya.
Area terbuka di sekitar bendungan seluas empat hektare berlatar belakang bukit di sana bisa dimanfaatkan untuk aktivitas mendayung mengarungi danau.
Pengunjung juga bisa berkemah di camping ground sambil memesan paket treking bambu yang melintasi area persawahan.
Tak perlu khawatir juga soal makanan. Di Gunung Jae, tersedia lapak-lapak yang menyediakan makanan dan minuman sehingga para pengunjung tidak perlu repot membawa bekal dari rumah.
Bagi pengunjung yang hobi memancing, tersedia lokasi pemancingan beserta fasilitasnya. Bahkan ada paket sekolah alam untuk belajar cara menangkap belut menggunakan kodong dan bercocok tanam.
Intinya, pihaknya menjual permainan alam yang sudah mentradisi tidak punah begitu saja karena teknologi dewasa ini. Hal ini, agar memori anak-anak untuk tidak lupa dengan tradisi permainan alam masa lalu. Tentunya, ingat permainan alam masa lalu, ingat Gunung Jae.
Setiap pekan, kawasan wisata Gunung Jae selalu ramai didatangi pengunjung untuk berkemah. Bahkan ada juga pengunjung yang menghabiskan waktu berkemah hingga sepekan lamanya. Harga sewa kemah cukup murah, yaitu sekitar Rp30 ribu hingga Rp100 ribu.
Amir mengatakan pengembangan kawasan wisata Gunung Jae ini berawal dari pelatihan dan diskusi yang diadakan Dinas Pariwisata Lombok Barat beberapa waktu lalu. Hingga tercetus ide untuk mengembangkan kawasan ini menjadi kawasan yang bukan hanya sekedar area perkemahan biasa. Namun memiliki nilai edukasi dan meningkatkan perekonomian warga sekitarnya.
Terkait warga yang masih melakukan kegiatan menyedot pasir. Menurut Amir, pihaknya masih memberikan ruang namun lokasinya di relokasi ke sebelah Utara di sekitar kali.
Sejak adanya kita buka distinasi ini, Alhamdulillah jumlah warga yang menggantungkan hidup dari tambang pasir sudah berkurang drastis.
Paling ada sekarang enggak banyak, bisa di hitung dengan jari. Ini karena warga sudah banyak beralih profesi berjualan, menyewakan perahu dan menjadi penjaga pintu masuk loket.
Sementara, warga yang berusia muda kita tampung dan berdayakan mereka di Pokdarwis dibawah koordinasi BUMDes Karya Mandiri Sedau yang kita tunjuk mengelola kawasan ini.
Sementara itu, Ketua BUMDes Karya Mandiri Sedau, Usman Jayadi membenarkan keberadaan wisata alam setempat telah merubah paradigma warga sekitar yang sebelumnya berprofesi menyedot pasir, kini telah menjadi penjaga dan pengelola destinasi setempat.
"Alhamdulillah, ada sekitar 20 orang anak muda yang kita pekerjakan disini. Meraka adalah karyawan BUMDes dan juga anggota Pokdarwis yang setiap harinya stand by menjaga lokasi ini,” kata Usman.
Ia berharap dengan telah mulai banyaknya pengunjung di wilayah setempat. Intervensi dari Pemprov NTB melalui Dinas Pariwisata setempat bisa optimal diberikan.
Mengingat, bantuan yang ada baru sebatas alat kebersihan yang diberikan oleh Pemkab Lombok Barat melalui Dinas Pariwisata setempat. Sementara dari bantuan provinsi belum ada.
"Kalau dari provinsi belum sama sekali. Makanya, kami butuh perhatian dari provinsi, khususnya bagaimana teknik memasarkan distinasi desa ini menjadi lebih terkenal lagi. Tentunya, kami butuh pelatihan IT bagi para pemuda desa. Sebab, semua dana pengembangan desa wisata Gunung Jae ditopang oleh Dana Desa," katanya.
Untuk kedepan pihaknya bersama pihak desa berencana akan menambah fasilitas di tempat itu, seperti membangun pondok-pondok sebagai lokasi penginapan. Kemudian mushalla yang lebih permanen, restoran dan perahu. Termasuk fasilitas untuk meeting room.
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021
Tags: