Jakarta (ANTARA News) - Saksi Kepala Kantor Bea Cukai Bojonegoro Nur Indra Prahara kembali memberatkan politisi PKS Mukhamad Misbakhun dan Direktur PT Selalang Prima Internasional (SPI) Frangky Ongkowardjojo terkait dokumen impor "condesat" dari Petronas Malaysia.

Nur Indra, menjadi saksi dalam sidang kasus pemalsuan dokumen akta gadai dan surat kuasa pencairan deposito jaminan untuk pengajuan "letter of credit (L/C)" di Bank Century di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, mengatakan hanya menemukan arsip importir "condesat" dari Malaysia atas nama PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), dan tidak ada SPI milik Misbakhun.

"Saya hanya mengetahui arsip dokumen atas nama TPPI sebagai importir condesat senilai 25,200 juta dolar AS," kata Nur Indra di hadapan majelis hakim yang dipimpin Pramoedhana Kusumaatmadja.

Kepala Kantor Bea Cukai yang mengawasi dua pelabuhan, yakni milik TPPI dan pelabuhan Semen Gresik ini mengakui hanya mengetahui berdasarkan dokumen karena saat terjadi impor "condesat" dari Malaysia dirinya belum bertugas di Bojonegoro.

Dia hanya menegaskan bahwa dokumen dokumen impor "Bill of lading (B/L)" dikeluarkan oleh Petronas dengan tujuan Pelabuhan Tuban (TPPI).

Dalam persidangan ini juga ditanyakan perbedaan dokumen B/L yang dibawa saksi dengan yang diajukan oleh penyidik.

Menanggapi perbedaan tersebut, Jaksa Teguh Suhendro mengatakan bahwa dokumen yang dimiliki hanya fotocopy sehingga tidak jelas tulisan pojok kiri "non negotiable" apakah sama atau tidak dengan milik saksi.

Sementara pengacara Misbakhun, Luhut Simanjuntak, mengatakan "B/L"menurut saksi hanya satu, sehingga dokumen yang diserahkan penyidik harus sama.

Sedangkan pengacara lainnya, Muhammad Assegaf menegaskan bahwa telah menunjukkan alat bukti ada rekayasa.

Dalam kasus ini Franky dan Misbakhun diduga memalsukan dokumen dalam pencairan L/C senilai 22,5 juta dolar AS sehingga didakwa dengan pasal Undang-undang Perbankan dengan ancaman 15 tahun penjara.
(J008/B010)