Jakarta (ANTARA) - Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas mengatakan revisi Undang-Undang KPK merupakan bukti nyata dari upaya melumpuhkan lembaga antirasuah tersebut.

"Ini bukti nyata melumpuhkan lembaga yang semula independen kemudian direvisi dan menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Busyro Muqoddas di Jakarta, Jumat.

Busyro menilai undang-undang yang menuai polemik di tengah masyarakat tersebut seolah menghapus dengan sengaja atau menghilangkan karakter dan independen KPK.

Setelah undang-undang tersebut diterapkan, muncul seleksi pimpinan KPK yang baru. Pada saat bersamaan elemen masyarakat sipil terus mengamati munculnya isu militansi Taliban di lembaga itu.

Baca juga: Ahli: Alih status pegawai KPK jadi ASN berisiko pada independensi

Dalam waktu yang sama muncul bagan berupa gambar yang menampilkan penyidik senior Novel Baswedan dan sejumlah aktivis serta alumni pimpinan KPK yang dinilai menyesatkan.

"Bahwa KPK ini menjadi sarang Taliban," katanya.

Saat seleksi pimpinan KPK berjalan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dilibatkan. Beberapa peserta yang mengikuti seleksi diketahui gagal tanpa keterbukaan informasi yang jelas.

"Kenapa kandas dan dikandaskan? Pertanyaan-pertanyaan itu sangat aneh," ujar Busyro.

Dengan seleksi dan materi yang diterapkan untuk calon pimpinan KPK pada saat itu, kemudian saat ini dikejutkan pula dengan proses alih fungsi sejumlah pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Sebelumnya, KPK telah menerima hasil tes wawasan kebangsaan alih status pegawai KPK menjadi ASN dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Tes wawasan kebangsaan merupakan bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi ASN atau PNS.

Baca juga: Pakar nilai alih status pegawai KPK jadi ASN hal yang wajar