OJK: Perlindungan konsumen fondasi dasar industri keuangan yang kokoh
20 April 2021 13:55 WIB
Tangkapan layar Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara dalam webinar Rakornas TPAKD di Jakarta, Kamis (10/12/2020). (ANTARA/Dewa Wiguna)
Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara menilai bahwa perlindungan konsumen merupakan salah satu fondasi dasar dalam membangun industri keuangan yang kokoh di Tanah Air.
"Peran consumer protection dalam menjaga kepercayaan masyarakat atau trust dalam hal ini sangat penting, karena trust merupakan prasyarat bagi pengembangan industri jasa keuangan kita," ujar Tirta dalam sebuah seminar daring di Jakarta, Selasa.
Tirta mengatakan, semakin masifnya digitalisasi di sektor jasa keuangan, semakin memudahkan masyarakat untuk bertransaksi dan bahkan menciptakan sebuah gaya hidup baru. Dengan berbekal kuota internet secukupnya, masyarakat dapat melakukan transaksi keuangan di mana saja dan kapan saja. Namun ibarat dua sisi mata uang, lanjut Tirta, perlu diperhatikan pula sisi lain dari dunia digital dalam bidang keuangan.
Baca juga: Marak pengaduan asuransi, perlindungan konsumen butuh perhatian OJK
Dengan tingkat literasi digital masyarakat yang masih rendah, seringkali OJK menerima pengaduan konsumen mulai dari kasus yang sederhana seperti pencurian PIN atau One Time Password (OTP) yang sering dilakukan pula melalui telepon, hingga kejahatan yang sangat kompleks.
"Tentu saja kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh kejahatan keuangan secara digital dapat mengakibatkan kerugian yang jauh lebih besar dibandingkan kejahatan keuangan konvensional. Lebih dari itu. kejahatan di dunia maya ini dapat menyerang siapapun dan bisa tanpa disadari oleh sang pemilik dana," kata Tirta.
Seiring dengan berkembangnya digitalisasi sektor jasa keuangan, Tirta pun menyebutkan dua tantangan yang dihadapi oleh konsumen atau masyarakat. Pertama, masyarakat perlu meningkatkan pemahaman tentang digitalisasi produk dan layanan keuangan sehingga dapat menggunakan layanan keuangan secara optimal sekaligus memahamai manfaat, risiko, serta hak dan kewajibannya selaku konsumen.
Baca juga: BI perkuat perlindungan konsumen di era ekonomi digital
"Dengan pemahaman digital yang memadai, konsumen tidak akan mudah ditipu atau jadi korban kejahatan digital," ujar Tirta.
Kedua, masyarakat juga harus selalu berhati-hati dan bijak dalam memilih produk atau layanan keuangan termasuk dalam menyikapi tawaran-tawaran investasi yang tidak logis yang semakin marak ditawarkan di masa pandemi dan juga tawaran-tawaran untuk pinjaman dana yang sepertinya mudah tapi biaya-biaya dan bunganya mencekik leher.
"Oleh karena itu, OJK akan terus meningkatkan kemampuan literasi keuangan konsumen dan masyarakat, yang tentu saja dipadukan dengan kemampuan literasi digital mereka, sebagai modal penting bagi para konsumen dalam menghadapi digitalisasi sektor jasa keuangan," kata Tirta.
Hari Konsumen Nasional yang jatuh tiap 20 April, lanjut Tirta, juga diharapkan dapat menjadi momentum guna meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan yang pada akhirnya mampu berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi nasional.
Tirta menambahkan, bagi pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) sendiri, perkembangan teknologi keuangan berpotensi menimbulkan dirupsi jika PUJK tidak mau beradaptasi atau melakukan perubahan.
"Berdasarkan survei oleh PricewaterhouseCoopers, ini sudah sangat lama tapi masih sangat relevan, survei 2016 lebih dari 80 persen pelaku bisnis di industri jasa keuangan percaya bahwa mereka dalam situasi tidak secure dan berpotensi kehilangan sumber utama pendapatannya. Selain itu, potensi praktik pencucian uang melalui platform digital ada penerobosan cyber security, perlindungan data pribadi konsumen, dan penerapan tata kelola yang baik, ini jadi tantangan yang harus dihadapi PUJK di era digital," ujarnya.
Selaku regulator, OJK ditantang agar pemahaman terhadap produk dan layanan digital harus selalu selangkah atau bahkan beberapa langkah lebih maju dari konsumen. Oleh karena itu, regulator juga harus terus menerus memutakhirkan pengetahuan agar dapat membuat regulasi yang relevan dengan kemajuan sektor keuangan.
"Regulator juga wajib memiliki tools atau piranti pengawasan yang up to date agar mampu mengawasi sektor keuangan yang bertransofrmasi ke digitalisasi, serta kita bisa merespon pengaduan konsumen dengan baik dan tepat waktu," kata Tirta.
"Peran consumer protection dalam menjaga kepercayaan masyarakat atau trust dalam hal ini sangat penting, karena trust merupakan prasyarat bagi pengembangan industri jasa keuangan kita," ujar Tirta dalam sebuah seminar daring di Jakarta, Selasa.
Tirta mengatakan, semakin masifnya digitalisasi di sektor jasa keuangan, semakin memudahkan masyarakat untuk bertransaksi dan bahkan menciptakan sebuah gaya hidup baru. Dengan berbekal kuota internet secukupnya, masyarakat dapat melakukan transaksi keuangan di mana saja dan kapan saja. Namun ibarat dua sisi mata uang, lanjut Tirta, perlu diperhatikan pula sisi lain dari dunia digital dalam bidang keuangan.
Baca juga: Marak pengaduan asuransi, perlindungan konsumen butuh perhatian OJK
Dengan tingkat literasi digital masyarakat yang masih rendah, seringkali OJK menerima pengaduan konsumen mulai dari kasus yang sederhana seperti pencurian PIN atau One Time Password (OTP) yang sering dilakukan pula melalui telepon, hingga kejahatan yang sangat kompleks.
"Tentu saja kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh kejahatan keuangan secara digital dapat mengakibatkan kerugian yang jauh lebih besar dibandingkan kejahatan keuangan konvensional. Lebih dari itu. kejahatan di dunia maya ini dapat menyerang siapapun dan bisa tanpa disadari oleh sang pemilik dana," kata Tirta.
Seiring dengan berkembangnya digitalisasi sektor jasa keuangan, Tirta pun menyebutkan dua tantangan yang dihadapi oleh konsumen atau masyarakat. Pertama, masyarakat perlu meningkatkan pemahaman tentang digitalisasi produk dan layanan keuangan sehingga dapat menggunakan layanan keuangan secara optimal sekaligus memahamai manfaat, risiko, serta hak dan kewajibannya selaku konsumen.
Baca juga: BI perkuat perlindungan konsumen di era ekonomi digital
"Dengan pemahaman digital yang memadai, konsumen tidak akan mudah ditipu atau jadi korban kejahatan digital," ujar Tirta.
Kedua, masyarakat juga harus selalu berhati-hati dan bijak dalam memilih produk atau layanan keuangan termasuk dalam menyikapi tawaran-tawaran investasi yang tidak logis yang semakin marak ditawarkan di masa pandemi dan juga tawaran-tawaran untuk pinjaman dana yang sepertinya mudah tapi biaya-biaya dan bunganya mencekik leher.
"Oleh karena itu, OJK akan terus meningkatkan kemampuan literasi keuangan konsumen dan masyarakat, yang tentu saja dipadukan dengan kemampuan literasi digital mereka, sebagai modal penting bagi para konsumen dalam menghadapi digitalisasi sektor jasa keuangan," kata Tirta.
Hari Konsumen Nasional yang jatuh tiap 20 April, lanjut Tirta, juga diharapkan dapat menjadi momentum guna meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan yang pada akhirnya mampu berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi nasional.
Tirta menambahkan, bagi pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) sendiri, perkembangan teknologi keuangan berpotensi menimbulkan dirupsi jika PUJK tidak mau beradaptasi atau melakukan perubahan.
"Berdasarkan survei oleh PricewaterhouseCoopers, ini sudah sangat lama tapi masih sangat relevan, survei 2016 lebih dari 80 persen pelaku bisnis di industri jasa keuangan percaya bahwa mereka dalam situasi tidak secure dan berpotensi kehilangan sumber utama pendapatannya. Selain itu, potensi praktik pencucian uang melalui platform digital ada penerobosan cyber security, perlindungan data pribadi konsumen, dan penerapan tata kelola yang baik, ini jadi tantangan yang harus dihadapi PUJK di era digital," ujarnya.
Selaku regulator, OJK ditantang agar pemahaman terhadap produk dan layanan digital harus selalu selangkah atau bahkan beberapa langkah lebih maju dari konsumen. Oleh karena itu, regulator juga harus terus menerus memutakhirkan pengetahuan agar dapat membuat regulasi yang relevan dengan kemajuan sektor keuangan.
"Regulator juga wajib memiliki tools atau piranti pengawasan yang up to date agar mampu mengawasi sektor keuangan yang bertransofrmasi ke digitalisasi, serta kita bisa merespon pengaduan konsumen dengan baik dan tepat waktu," kata Tirta.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: