Kopipede Jambi catat sembilan evaluasi Pilkada Tahun 2020
10 Februari 2021 12:00 WIB
Ketua Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi (Kopipede) Provinsi Jambi Mochammad Faris, mencatat ada sembilan materi yang menjadi catatan kritis dalam pemilihan kepala daerah di Provinsi Jambi tahun 2020 yang dapat menjadi bahan evaluasi. ANTARA/HO-Kopipede Jambi/am.
Jambi (ANTARA) - Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi (Kopipede) Provinsi Jambi mencatat ada sembilan catatan kritis yang menjadi bahan evaluasi untuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) pada periode selanjutnya, khususnya di daerah ini.
"Di tengah pandemi COVID-19, pilkada di Jambi berjalan lancar dan mulus, meskipun tingkat partisipasi tidak memenuhi target yaitu 67,9 persen dari target 77,5 persen, namun masih banyak persoalan yang menjadi catatan kritis dan evaluasi untuk perbaikan ke depan," kata Ketua Kopipede Provinsi Jambi Mochammad Farisi, di Jambi, Rabu.
Sembilan materi yang menjadi catatan Kopipede Jambi sebagai bahan evaluasi pelaksanaan pilkada di daerah ini, di antaranya terkait dengan peraturan hukum, tahapan pilkada mulai dari penandatanganan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) pilkada hingga penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
Selanjutnya terkait dengan proses penjaringan dan seleksi bakal calon di partai politik, dinamika politik dari isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) hingga isu gender. Kemudian pelanggaran etika dari administrasi, pidana, maupun protokol kesehatan. Dana politik dan pelanggaran politik uang, partisipasi dan tingkat melek politik masyarakat Jambi, sistem pilkada dan visi misi pasangan calon.
Sembilan materi yang menjadi catatan kritis Kopipede Jambi tersebut merupakan yang terjadi dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 di daerah itu.
Mochammad Farisi menjelaskan dari catatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jambi dalam setiap periode pemilihan kepala daerah, permasalahan yang sama selalu muncul dan terjadi secara berulang, di antaranya seperti masalah pemutakhiran daftar pemilih, pelanggaran kampanye, dan pencalonan.
"Selain itu sumber daya manusia penyelenggara ad hoc PPK, PPS, KPPS tentang regulasi harus ditingkatkan, untuk itu proses seleksi harus selektif dan jumlah bimbingan teknis harus dioptimalkan dan dilakukan dari jauh-jauh hari," kata Mochammad Farisi.
Dia menyatakan, terbukti pada pemilihan kepala daerah di Jambi pada tahun 2020 terdapat pemecatan penyelenggara pilkada di tingkat kecamatan karena melakukan penggelembungan suara. Hal tersebut membuktikan bahwa proses seleksi belum dilakukan secara benar dan masih berbau nepotisme dan faktor kedekatan organisasi atau keluarga dengan penyelenggara yang berada di atasnya.
Dari enam pemilihan kepala daerah di Provinsi Jambi, hingga saat ini terdapat dua pemilihan kepala daerah yang masih dalam proses penyelesaian hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi (MK), yakni Pemilihan Wali Kota Sungai Penuh dan Pemilihan Gubernur Jambi.
Baca juga: Sengketa pilkada, Paslon 01 Gubernur Jambi minta PSU di 15 kecamatan
Baca juga: KPU Provinsi Jambi bersiap hadapi sidang sengketa Pilkda di MK
"Di tengah pandemi COVID-19, pilkada di Jambi berjalan lancar dan mulus, meskipun tingkat partisipasi tidak memenuhi target yaitu 67,9 persen dari target 77,5 persen, namun masih banyak persoalan yang menjadi catatan kritis dan evaluasi untuk perbaikan ke depan," kata Ketua Kopipede Provinsi Jambi Mochammad Farisi, di Jambi, Rabu.
Sembilan materi yang menjadi catatan Kopipede Jambi sebagai bahan evaluasi pelaksanaan pilkada di daerah ini, di antaranya terkait dengan peraturan hukum, tahapan pilkada mulai dari penandatanganan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) pilkada hingga penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
Selanjutnya terkait dengan proses penjaringan dan seleksi bakal calon di partai politik, dinamika politik dari isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) hingga isu gender. Kemudian pelanggaran etika dari administrasi, pidana, maupun protokol kesehatan. Dana politik dan pelanggaran politik uang, partisipasi dan tingkat melek politik masyarakat Jambi, sistem pilkada dan visi misi pasangan calon.
Sembilan materi yang menjadi catatan kritis Kopipede Jambi tersebut merupakan yang terjadi dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 di daerah itu.
Mochammad Farisi menjelaskan dari catatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jambi dalam setiap periode pemilihan kepala daerah, permasalahan yang sama selalu muncul dan terjadi secara berulang, di antaranya seperti masalah pemutakhiran daftar pemilih, pelanggaran kampanye, dan pencalonan.
"Selain itu sumber daya manusia penyelenggara ad hoc PPK, PPS, KPPS tentang regulasi harus ditingkatkan, untuk itu proses seleksi harus selektif dan jumlah bimbingan teknis harus dioptimalkan dan dilakukan dari jauh-jauh hari," kata Mochammad Farisi.
Dia menyatakan, terbukti pada pemilihan kepala daerah di Jambi pada tahun 2020 terdapat pemecatan penyelenggara pilkada di tingkat kecamatan karena melakukan penggelembungan suara. Hal tersebut membuktikan bahwa proses seleksi belum dilakukan secara benar dan masih berbau nepotisme dan faktor kedekatan organisasi atau keluarga dengan penyelenggara yang berada di atasnya.
Dari enam pemilihan kepala daerah di Provinsi Jambi, hingga saat ini terdapat dua pemilihan kepala daerah yang masih dalam proses penyelesaian hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi (MK), yakni Pemilihan Wali Kota Sungai Penuh dan Pemilihan Gubernur Jambi.
Baca juga: Sengketa pilkada, Paslon 01 Gubernur Jambi minta PSU di 15 kecamatan
Baca juga: KPU Provinsi Jambi bersiap hadapi sidang sengketa Pilkda di MK
Pewarta: Muhammad Hanapi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021
Tags: